Pada tahun lalu banyak masyarakat mengadu mengenai pelayanan kesehatan yang berada di Rumah Sakit Indonesia. Satu diantara keluhan masyarakat yaitu pelayanan administrasi yang dinilai rumit, berbelit, kurang informasi, petugas yang kurang ramah, dan pelayanan yang memakan waktu cukup lama. Selain itu, keharusan membayar uang muka juga menjadi penghalang bagi masyarakat kurang mampu untuk mendapatkan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit.
Pelayanan Rumah Sakit Umum Daerah dr. Slamet Garut, Jawa Barat, dinilai buruk. Akibatnya banyak pasien tidak mendapatkan pelayanan medis yang optimal. "Banyak pasien yang terlantar," ujar Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Garut, Yayat Hidayat.
Menurut Yayat, kondisi itu diketahui saat sejumlah anggota dewan turun langsung ke lapangan beberapa waktu lalu. Para wakil rakyat menemukan pelayanan Rumah Sakit milik pemerintah daerah ini lebih bertujuan komersil atau mencari keuntungan.
Contoh kasus diantaranya, para pasien diharuskan untuk memberikan uang muka terlebih dahulu saat pertama kali masuk rumah sakit. Bila tidak, mereka tidak akan mendapatkan pelayanan medis. Bahkan para pasien yang tidak mampu membayar tidak dirawat diruang inap, mereka dibiarkan di ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) tanpa di periksa sedikitpun oleh dokter dan perawat.
Kondisi ini rata-rata dialami pasien umum yang tidak menggunakan kartu jaminan kesehatan. "Masyarakat yang sakit akan terus menjadi korban, Bupati harus secepatnya memberikan sanksi kepada direktur rumah sakit," ujarnya.
Direktur Rumah Sakit Daerah dr. Slamet Garut, Maskud Farid, membantah bila pelayanan medis di rumah sakitnya buruk. Menurutnya, pelayanan terhadap pasien merupakan tugas utama setiap tenaga medis. "Itu hanya persepsi saja, kalau kita tidak menerima pasien, itu baru namanya pelayanan buruk," ujarnya.
Dia juga membantah jika biaya pembayaran medis harus dilakukan di awal. Menurutnya pembiayaan medis itu dibayar oleh keluarga pasien setelah semua tindakan medis dilakukan. Pembayarannya juga diberikan kepada pihak Rumah Sakit pada saat pasien pulang.
Seharusnya pemerintah dan pihak Rumah Sakit lebih memfokuskan pada pelayanan kesehatan masyarakat tanpa membeda-bedakan antara pasien out of pocket dengan pasien jaminan asuransi, terutama asuransi non komersial.
Rumah Sakit juga dituntut harus bisa memberikan kualitas pelayanan kesehatan yang terbaik di tengah naiknya besaran iuran BPJS kesehatan.
Kami berharap pihak Rumah Sakit bisa meminimalisir potensi kekecewaan pasien terhadap pelayanan yang diberikan, dan hal-hal yang menjadi kekurangan sebelumnya dapat menjadi bahan perbaikan untuk di kemudian hari.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H