Saat kamu bertanya hal itu padaku, aku hanya bisa terdiam menatap layar ponselku. bagaimana aku bisa menjawabnya. aku tidak akan bisa menuliskannya, karena aku tidak ingin kamu tahu bahwa aku sedang tidak baik-baik saja. hingga akhirnya aku menjawab hal apa yang menjadi tujuanmu menghubungiku. aku hanya bisa menahan perasaanku agar air mata ini tidak menetes.
Apa yang aku tulis kini tentang apapun tentangmu. Setiap saat aku hanya memikirkanmu. Aku mencoba meraba cahaya dan sang waktu saat hatimu penuh denganku. Ketika aku kembali tersadar, engkau bukan milikku, aku tersenyum walau hatiku menangis. Aku akui bahwa aku kalah. wanita cantik yang tangannya kau genggam kini, lebih berhak atasmu. Aku akui, aku bukan siapa-siapa. aku hanya sosok yang ada saat kamu butuhkan. Aku terus mencoba merelakanmu.
jika seandainya waktu itu aku bisa, mungkin aku tidak akan masuk terlalu dalam hatimu dan dalam hidupmu. Jika itu yang kulakukan waktu itu, mungkin kini aku tidak merasa sedih dan hampa saat tahu telah ada sosok yang sempurna di sisimu.Â
aku sudah sering mencoba membayangkan saat itu datang. agar aku siap dan kuat. ternyata aku rapuh. aku tidak bisa sekuat itu.Â
kisah kita yang belum usai, kini dengan perlahan menemui kristalnya. Aku mencintaimu walau kamu tidak akan pernah lagi mendengarnya dari mulutku, dari tatapan mataku, dan dari senyumanku.
Aku menyayangimu, lebih dari yang kamu tahu. menggenggam hatimu dan menyimpannya di dasar hati.
Suatu saat nanti aku tahu kita akan bertemu, entah kapan. Aku hanya ingin saat kita bertemu, kita bisa saling tersenyum. mengikhlaskan apa yang telah terjadi.Â
Jujur, saat ini hatiku masih terasa sakit. dan entah sampai kapan hatiku akan sembuh.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H