Mohon tunggu...
Asri Satrianingrum
Asri Satrianingrum Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya menyukai suatu hal yang menyenangkan bagi saya. Tentu saja, kata "menyenangkan" terkesan begitu subjektif dan perkara ini tergantung bagaimana kalian mengimaninya masing-masing. Bagi saya, menyenangkan terbagi menjadi banyak hal yang random, seperti memasak telor mata sapi tidak gosong, menyelesaikan buku tebal, menamatkan series yang menegangkan, dan memotret kehidupan dari sudut pandang seorang saya (panggil saja Arum).

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dialek Ngapak dan Adaptasi Penuturnya

30 Mei 2024   00:24 Diperbarui: 4 Juni 2024   17:23 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berbicara mengenai kebudayaan yang ada di Indonesia, bahasa merupakan salah satu aspek yang ada di dalamnya. Kekayaan bahasa ini dapat dilihat dari peringkat pertama yang diduduki oleh Indonesia dengan bahasa daerahnya yang memiliki 715 bahasa daerah menurut laman Sekretariat Kabinet Republik Indonesia. Jumlah ini belum ditambah dengan beragamnya dialek yang berbeda-beda pada setiap daerahnya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, dialek merupakan variasi bahasa yang berbeda-beda menurut pemakainya. Dialek juga disebut sebagai ragam bahasa lokatif yang pada persebarannya bergantung pada wilayah-wilayah tertentu. Pada Pulau Jawa sendiri terdapat beraneka ragam dialek yang berbeda dan terbagi menjadi tiga macam, yaitu dialek Solo-Yogyakarta, dialek Jawa Timur-an, dan dialek Ngapak Banyumasan. Dialek yang dituturkan oleh masyarakat biasanya dilakukan secara tidak sadar dan didasari atas bahasa ibu yang digunakan sehari-hari. Namun, penggunaan dialek ini kerap kali terdengar 'aneh' bagi kalangan masyarakat lain yang jarang mendengar aksen atau dialek tersebut. Salah satu dialek yang dianggap unik adalah dialek ngapak Banyumasan. Biasanya, orang-orang cenderung menertawakan apabila mendengar seseorang mengucapkan dialek ini.

Dialek ngapak merupakan dialek yang berasal dari Jawa Tengah, tepatnya di beberapa kabupaten bagian barat, seperti Banyumas, Cilacap, Tegal, dan Brebes. Dialek ini menjadi sangat khas dan unik karena pengucapannya yang berbeda dari bahasa Jawa pada umumnya. Perbedaan ini dapat dilihat dari pengucapan vokalnya yang berakhiran [a], bukan berakhiran [o] seperti bahasa Jawa bandek. Selain itu, dialek ini juga terdengar penekanan pada bunyi [] atau  "k" dan [] atau "ng" yang membuat semakin tebal ketika mengucapkannya. Dialek ngapak atau Ragam Banyumasan cenderung terdengar lugas dan tegas sehingga banyak masyarakat luar Banyumas yang menganggap dialek ini sebagai bahasa yang tegas dan keras. Belum lagi budaya masyarakatnya yang blak-blakan dan ceplas-ceplos membuat dialek ini semakin terlihat kasar.

        Seiring dengan berkembangnya zaman, banyak penutur asli ragam ngapak yang merantau dan bermigrasi ke luar daerahnya sehingga perlu banyak penyesuaian pada bagian pelafalan bahasa. Penutur asli ngapak ketika berada di lingkungan yang baru, kerap kali diminta untuk mencoba berbicara dengan dialek ngapak dan ketika hal itu terjadi banyak dari mereka yang ditertawakan karena dirasa logatnya yang berbeda dari bahasa Jawa pada umumnya. Oleh sebab itu, banyak penutur ngapak yang mempersiapkan mental ketika hendak merantau atau berada di lingkungan yang baru. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa penutur asli dialek ini dapat menyamarkan logatnya ketika berbicara bahasa daerah lainnya atau bahasa Indonesia. Menurut pengalaman pribadi penulis, banyak yang mengatakan bahwa logat penutur asli ngapak tidak terdengar dialeknya karena pandai menyesuaikan bahasa yang sedang digunakannya. Hal ini merupakan poin penting kelebihan dari penutur dialek ngapak.

        Sementara itu, bagi penutur ngapak yang tidak memiliki kelebihan 'menyamarkan' dialeknya, biasanya akan cenderung terdengar dengan jelas pada bunyi glotal [] atau huruf "k" ataupun pada bunyi sengau [] atau "ng". Hal ini menyebabkan banyak dari penutur ngapak yang ditertawakan dan diejek karena logatnya yang terdengar aneh di mata orang lain. Diperlukan latihan yang sering untuk membiasakan diri supaya huruf-huruf tersebut tidak terdengar jelas lagi dan penutur pun dapat memperbaiki logat berbicaranya. Selain itu, penutur ngapak juga perlu untuk mengurangi intonasi bahasanya supaya tidak dianggap sedang marah atau dianggap tidak sopan.

Seiring dengan berjalannya waktu, banyak dari penutur ngapak asli, terutama generasi muda yang merasa malu ketika menggunakan ragam Banyumasan, bahkan hanya sekadar terdengar dialeknya pun mereka tidak mau. Apabila hal ini terus menerus terjadi, maka kepunahan ragam Banyumasan dapat terjadi dalam kurun waktu yang dekat. Untuk menanggulangi permasalahan tersebut, diperlukannya rasa percaya diri dan tidak perlu merasa malu ketika menggunakan dialek ngapak sehingga masyarakat akan terbiasa ketika mendengar dialek ini. Selain itu, bangsa Indonesia merupakan negara yang heterogen sehingga perlu ditanamkan rasa saling menghargai dan menghormati dalam menjalani kehidupan bermasyarakat.

Setelah mengetahui beberapa fakta di atas, bagaimana nih pendapat penutur ngapak dan pendengar ngapak? Yuk, berdiskusi!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun