Mohon tunggu...
Asrini Hani
Asrini Hani Mohon Tunggu... karyawan swasta -

MENULISLAH ketika ingin menulis, untuk kebahagiaan ataupun kebermanfaatan

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Yakin Mau Golput? (Surat Terbuka untuk Pemilih Pemula)

25 Maret 2014   04:49 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:31 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1395671975928842565

[caption id="attachment_316879" align="aligncenter" width="300" caption="sumber gambar: http://www.langsungpilih.com"][/caption]

Serba pertama itu memang istimewa. Diistimewakan untuk hal-hal pertama. Coba flashback sebentar, bagaimana antusiasnya masuk sekolah pertama kali, merasakan jatuh cinta pertama kali (yang katanya seperti ada kupu-kupu yang menari-nari diperut). Punya SIM untuk pertama kalinya, dan dengan bangganya akan bilang: ayo siapa yang mau aku anterin? aku sudah punya SIM lho, sudah sah secara legal sertatak perlu lagi was-was apabila ada pak polisi yang lewat. Ataupun berusaha untuk ‘walk slowly on the edge (side) of the road’ alias ‘mlipir’ (padahal polisinya cuma lewat saja,nggak ngapa-ngapain,hehe).

Pun demikian, jika dihubungkan dengan pemilu yang sebentar lagi ada di depan mata, lebih tepatnya tanggal 9 April 2014. Sebuah pesta demokrasi akan digelar. Dan ini merupakan momentum yang bisa dijadikan ajang pembelajaran demokrasi secara nyata bagi pemilih pemula.

Pemilih pemula menempati posisi yang strategis untuk mendongkrak perolehan suara, yang biasanya jadi rebutan para politisi jika bisa memaksimalkannya. Bagaimana tidak menjadi rebutan? kalau 20-30% dari keseluruhan jumlah pemilih yang notabene pemilih pemula. Masa dimana para pemilih pemula ini seperti mencari sosok idola, katakanlah demikian. Bisa idola pemain bola, idola grup band, ataupun siapa saja. Dan pada saat pemilu sedang mencari-cari dan menakar-nakar idola dalam ranah politik yang dianggap pas yang ingin dipilih.

Jika meninjau syarat bagi orang yang boleh memilih, telah mencapai usia minimal 17 tahun . Maka yang masuk kategori pemilih pemula disini berusia `17 – 21 tahun dengan rentang waktu 5 tahun, mengingat pemilu dilakukan 5 tahun sekali. Di usia ini biasanya antusias dan excited dengan hal-hal yang baru.

Berdasarkan data dari KPU pada Pemilu 2004, jumlah Pemilih Pemula berjumlah sekitar 27 juta dari 147 juta pemilih. Pada Pemilu 2009 jumlah pemilih pemulanya sekitar 36 juta pemilih dari 171 juta pemilih. Sedangkan jumlah total pemilih yang telah terdaftar untuk pemilu tahun 2014 adalah sejumlah 186.612.255 orang penduduk Indonesia.

Menurut data BPS 2010, bahwa penduduk usia 15-19 tahun ada 20.871.086 orang, sedang usia 20-24 tahun ada 19.878.417 orang. Jadi bisa dibayangkan betapa potensialnya pemilih pemula ini jika semua ikut berpartisipasi secara total. Sekali lagi, pemilih pemula ini secara sukarela dan sadar diri bahwa hak suara itu begitu sangat berharga bagi kelangsungan negara ini selanjutnya.

Yah walaupun banyak yang menganggap orang-orang bakal calon yang ada sekarang ini antara yakin dan tak yakin. Kita berusaha untuk mensugesti diri sendiri saja bahwa akan selalu ada pilihan diantara yang ada.

Analoginya ketika kita membeli buah, para penjualnya berusaha meyakinkan bahwa dagangannya kualitas nomor wakhid. Walaupun terkadang ada penjual yang jahil (meski tidak semuanya), yang bagus dan kurang bagus itu dicampur jadi satu, sehingga membuat si pembeli harus pandai-pandai dalam memilah dan memilih. Intinya diantara yang kurang bagus/ kurang lurus pasti adalah yang bagusdan lurus.

Untuk teknisnya mungkin yang pertama – tama dilakukan bisa dengan mempelajari track record. Jadi diharapkan ketika sudah mengetahui rekam jejak bakal calon yang akan dipilih, para pemilih pemula ini mampu mengetahui kualitas dari masing-masing calon.

Jikalau baliho-baliho yang bertebaran di seantero jalan sudah tidak mempan merebut suara para calon pemilih. Dan saya pribadi juga menganggap bahwa disamping baliho-baliho secara nyata pemborosan, juga menambah kesemrawutan jalan. Jadinya jalan tak lagi indah, malah membuat gerah.

Maka cara yang kedua yang bisa ditempuh adalah kita berinisiatif untuk menggali informasi melalui media massa/ teknologi informasi yang dianggap akurat. Kenapa harus ditambahi dengan akurat? karena secara sadar dan tak sadar media massa ini akan menggiring opini publik. Sehingga kita tidak hanya termakan pada iklan luaran politik saja, melainkan kita juga benar-benar tahu point dari rekam jejak calon tersebut.

Kelihatannya memang agak ribet, tapi tunggu dulu ini tidak seperti kelihatannya lho. Dan bukankah lebih baik agak sedikit ribet di depan daripada berujung ribet dibelakang?

Segitu dulu aja, kayaknya sudah terlalu panjang. Kalau ditambahi lagi ujung-ujungnya malah ngantuk (ini saja sudah menguap :)). Sejelek-jeleknya negara, ini adalah negara kita, yang wajib kita cintai dengan sepenuh hati, minimal melalui Pemilu ini.

Jadi bagaimana, masih menunggu 5 tahun lagi, mau? :)

-1 suara untuk Indonesia yang lebih baik-

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun