Waktu itu seluruh jamaah kloter sudah pada pulang ke tanah air tentu termasuk petugas kesehatan kloter, kami sebagai petugas yang statis ditugaskan untuk tetap ditempat sampai 12 hari setelah kepulangan seluruh jamaah. Tugas kami adalah memantau jamaah sakit yang masih dirawat di beberapa rumah sakit di Saudi, untuk wilayah Jeddah saya sendiri yang melakukan monitoring.
Sepi jenuh dan bosan serta rindu pada keluarga itulah yang terasa pada seluruh personil kelompok, Pak Ustaz yang biasa jaim pun mulai memperkenalkan guyonan khasnya masing-masing.
Saya melakukan tawaf wada dengan ditemani seorang sopir dan terasa sekali orang melakukan tawaf pada waktu itu sangat kurang, sehingga sempat berdiri lama mengelus-ngelus Hajratul Aswad setiap putaran tawaf. Saya menyadari bahwa setiap gambar potret yang saya pernah lihat agak berbeda dengan gambar aslinya. Tawaf Wada kalau tak salah hukumnya wajib bagi mereka yang sehat dan akan mengahiri ibadah haji.
Sehari setelah melakukantawaf wada kami mendapat pemberitahuan bahwa seorang jamaah sakit yang selama ini dirawat sudah boleh dipulangkan karena sudah cukup stabil, semua orang berlumba ingin mengantar pasien tersebut karena berarti akan pulang lebih dulu ke tanah air. Tetapi ternyata diantara kami hanya saya yang sudah melakukan tawaf Wada jadi otomatis sayalah yang paling memenuhi syarat untuk mengantar pasien itu pulang ke tanah air.
Pasien diangkut ke airport dengan ambulance khusus yang berbentuk seperti mobil boks, ternyata boks mobil itu dapat diangkat dengan kaki hidrolik sehingga pasien dan dokter tak perlu melalui tangga penumpang untuk mencapai pintu pesawat.
Karena pasien masih dengan cairan infus dan dipesawat tak ada tiang untuk gantungan infus maka saya membuat improvisasi gantungan infuse di laci bagasi pesawat dengan mengeluarkan tali tas yang punya kait dan dijepitkan pada pintu bagasi diatas kami, jadi botol infuse bisa digantungkan. Ada sedikit kelucuan karena pasien yang saya antar tak fasih ber bahasa Indonesia, dia mengucapkan bahasa daerah yang juga tak kumengerti, tapi ini dapat diatasi dengan bahasa isyarat misalnya mau makan atau mau minum saya Tanya dengan menunjuk bibir atau mulut dan memperagakan apakah beliau mau ? Hal lain yang saya ingat pasien itu tak membawa pakaian cadangan hanya pakaian rumah sakit padahal dipesawat cukup dingin untunglah waktu itu ada jaket cadangan yang terbawa ke kabin pesawat. Akhirnya pasien aman sampai ditanah air tapi ada perbedaan karena pada waktu pasien diturunkan dari pesawat sudah tidak memakai bantuan boks hidrolik tapi memakai alat yang lebih mahal yaitu pakai tandu dan diangkat oleh petugas kesehatan pelabuhan bandara.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI