Setiap memasuki minggu akhir Desember kenangan ini selalu datang.
Pertama kali kami mendengar kejadian Tsunami melalui televisi saya waktu itu menganggap kejadian tsunami ini mungkin sepanjang pantai saja waktu itu diberitakan pula ada korban meninggal beberapa orang. Hari senin masuk kantor berita tentang Tsunami sudah jadi bahan pembicaraan tapi luas wilayah yang terkena dampak maupun jumlah korban yang sebenarnya belum jelas beberapa ribu tetapi setelah melihat gambar televisi dimana ada banyak barang-barang terbawa banjir sampai ke lapangan olah raga yang ada ditengah kota Banda Aceh maka saya yakin bahwa pasti wilayah yang terkena dampak tsunami maupun korban-korban manusia pastilah sangat banyak sayapun mulai khawatir mengingat para sahabat yang ada di Banda Aceh.
Hari ketiga setelah tsunami kami mendapat perintah untuk segera ke berangkat ke Banda Aceh perjalanan menuju Banda Aceh sungguh sangat melelahkan karena pesawat sangat sulit untuk mendarat di Banda Aceh namun akhirnya kami memasuki Banda Aceh pada hari rabu malam, waktu itu kami lihat didalam lapangan terbang dekat pesawat parkir sampai ke luar kejalan-jalan disekitar bandara penuh dengan orang yang siap meninggalkan Banda Aceh untunglah dalam suasan padat itu kami dijemput oleh rekan yang sempat dikontak selanjutnya kami ditampung dirumah rekan tadi.
Tak ada hotel, bahkan hotel yang sering kami datangi kalau ke Banda Aceh sudah berubah bentuk tadinya berlantai tujuh sekarang sisa berlantai tiga tak ada restoran, tak ada warung maupun pasar tak ada yang buka untunglah kami sudah siap dengan bekal untuk bertahan beberapa hari sambil menunggu bantuan atau supply berikutnya.
Suasana benar-benar sangat membuat kami bersedih karena kami tahu dari teman bahwa sangat banyak korban meninggal esok siangnya kami mencoba bergerak ke wilayah yang terkena tsunami tapi gerakan kami terhambat oleh banyaknya endapan Lumpur dan bekas-bekas hancuran rumah yang terhanyut waktu itu kami tak dilengkapi dengan sepatu Boot. Dan wilayah yang terkena dampak hanya dapat dimasuki oleh kendaraan berat atau jalan kaki.
Kami segera mengingatkan seluruh team yang akan ke Banda Aceh agar membawa serta sepatu bot. mayat ada dimana-mana. Waktu saya lihat orang-orang relawan dari PKS dan marinir bekerja mengangkat mayat dari pagi sampai pagi lagi.
Hari jumat minggu pertama Tsunami masjid besar Banda Aceh masih dipenuhi mayat sehingga kami dianjurkan sholat di masjid lain. Kami betul-betul kesulitan untuk bergerak pada waktu itu karena selain toko tak ada yang buka, bensinpun tak ada dijual. Waktu itu kami mengontrak labi-labi alias angkot untuk dipakai melakukan assemen untuk segera dilaporkan ke pihak yang mengirim kami.
Setiap malam dilakukan rapat koordinasi dipendopo Pemda provinsi disitu dilaporkan berapa mayat terkumpul dan wilayah apa saja yang terkena dampak, salah satu laporan yang saya ingat waktu itu adalah laporan yang mengangkut 5000 mayat dalam sehari itupun karena truk masih terbatas dan mohon agar truk-truk didatangkan lagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H