Seorang pejabat rektorat salah satu perguruan tinggi di Kabupaten Bone Sulsel terkurung dalam suatu ruangan yang dikunci oleh mahasiswa, nampak nahasiswa memblok pintu keluar ruangan dan bapak pembantu rektor itu kelihatan tak berdaya oleh ulah para mahasiswa yang membentak dan merusak mebel yang ada dalam ruangan.
Pembangunan suatu kampus tentulah memerlukan biaya yang besar, kalau kampus itu milik negri PTN maka tentulah memakai APBN yang berasal dari uang rakyat, sedangkan PTS tentu perlu mencari modal investasi untuk membangun dan memperbaiki gedung.
Maraknya demo anarkis yang dilakukan mahasiswa maupun tawuran antara mahasiswa di dalam kampus mereka sendiri tentu akan merusak fasilitas kampus yang nota bene dibangun oleh uang rakyat.
Melalui tulisan ini saya mengusulkan kiranya fakultas yang mahasiswanya bertindak anarkis diberi hukuman berupa membayar biaya kerugian akibat kerusakan yang mereka timbulkan, biaya dikumpulkan secara tanggung renteng artinya seluruh mahasiswa yang berada pada jurusan yang sama dengan mereka yang melakukan tawuran diwajibkan membayar secara mencicil. Hal ini akan membuat mahasiswa akan lebih bertanggung jawab untuk menjaga fasilitas kampus.
Mereka yang tidak ikut tawuran akan berusaha agar rekan-rekan yang beringas tidak merusak fasilitas kampus, kalau ada yang mengeluh karena tak mampu membayar maka mereka dapat membayar dengan cara melakukan kerja sosial, bertugas membersihkan kampus dalam kurun waktu tertentu.
Tentu harus dibuat kesepakatan dengan para pihak yang terlibat dalam dunia pendidikan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H