Mohon tunggu...
Asri Christine Lubis
Asri Christine Lubis Mohon Tunggu... -

behind the noh mask.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Titik Koma

18 Agustus 2013   12:29 Diperbarui: 24 Juni 2015   09:10 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Dua Kalimat.
Keduanya berhubungan,
namun tentu saja mereka sebenarnya sanggup berdiri sendiri -
tampil dan secara lantam mengandalkan isi pikiran masing-masing.

Koma -
yang mampu memperluas ruang hubungan mereka -
terasa terlalu remeh,
mampu membangunkan arogansi sewaktu-waktu
yang diramalkan akan melahirkan bilangan tragedi.

Sang Penulis berpikir ulang,
"Koma? Ah, tidak."

Titik -
yang mampu mempertegas letak pijakan mereka -
terasa terlalu radikal,
mampu menciptakan sebuah apatisme.
Ramalan berikutnya: Tragedi.

Sang Penulis - yang tak tega - berpikir ulang,
"Titik? Ah, tidak."

Agaknya… kaitan di antara mereka (terlalu) kuat.
Setidaknya, demikianlah yang dirasakan Sang Penulis.
Dua Kalimat yang terlalu lekat untuk dipisahkan oleh Titik,
namun terlalu pekat untuk dileburkan oleh Koma.

Sang Penulis tak kehabisan akal,
"Titik Koma!"
Disatukannyalah dua Kalimat, tanpa harus dileburkan.

Satu Kalimat:
Aku; Kamu.

(Tangerang, Juli 2013)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun