Mohon tunggu...
Asrida Elisabeth
Asrida Elisabeth Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Sedang belajar menulis...

Selanjutnya

Tutup

Edukasi Artikel Utama

Sabtu Depan Ibu Ini Muncul di TVOne, Sayang Dia Sudah Berpulang (Kisah Sedih Daerah Terpencil)

6 Agustus 2011   09:22 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:02 3054
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Beauty. Sumber ilustrasi: Unsplash

Masih segar dalam ingatan saya bagaimana kami pertama kali bertemu ibu ini, namanya Ibu Carolina. Dia duduk di sudut dapur rumahnya dengan kaki terlentang, seorang anak kecil bermain-main di sampingnya. Saat itu kami baru saja sampai kampung mereka, kampung Kibay namanya. “Ujung negeri”TVOne akan meliput kehidupan masyarakat di Kampung Kibay, sebuah kampung perbatasan Papua dan Papua New Guinea. Dari pihak gereja, selama liputan di Kampung Kibay kami disarankan untuk tidur di rumah pak ketua lingkungan, namanya pak Yulianus. Istrinyalah yang kami jumpai di dapur sore itu.

Masuk ke rumah baru tanpa melihat sosok wanita sebagai ibu dalam rumah membuat kami inisiatif bertanya ke pak Yulian sedang di mana istrinya. Lantas pak Yulian bercerita bahwa istrinya sedang hamil dan saat ini sedang sakit. Dia pun membawa kami ke dapur rumahnya. Di sudut dapur, di atas balai-balai istrinya duduk. Dalam kesakitannya dia tersenyum menyambut kami, saya dan siska (presenter “Ujung Negeri”). Badannya sangat kurus dan wajahnya pucat. Kakinya bengkak-bengkak hingga membuatnya tak bisa berjalan. Sepertinya dia sudah lama sakit. Di Dapur itulah bertiga kami berbagi cerita.

Di rumah ini mereka tinggal berlima. Dia dan suaminya, kedua orang tuanya, dan judith keponakannya, gadis kecil yang baru saja mulai merangkak. Dia sudah hamil 8 bulan. Bayi yang sedang dikandungnya adalah anak pertama untuk mereka. Beberapa minggu sebelumnya sang suami sudah mengantarnya ke rumah sakit di Kota dan kemudian pulang dengan membawa obat, tetapi sekarang obatnya sudah habis.

Dia bercerita bahwa selama kehamilan, dia sama sekali tidak pernah ke posyandu. Puskesmas jauh di Kota. Harus ditempuh dengan jalan kaki dulu, trus sampai di atas gunung baru bisa menelpon ojek atau mobil untuk menjemput, yang tentunya dengan harga yang mahal.“Tidak ada petugas kesehatan di sini bu?” tanya siska. “Ada, tapi dokter yang bertugas di kampung sudah lama tak datang” jawabnya. Saya dan siska termanggut-manggut sedih. Entah apa yang bisa kami buat di sini.

Karena yang empunya rumah sedang sakit, saya dan siska pun mengambilalih tugas memasak malam itu, termasuk memasak untuk mereka sekeluarga. Di tengah-tengah kesibukan kami menyiapkan makan malam, siska menyampaikan idennya. Bagaimana kalau esoksi ibu dievakuasi ke kota saja, di bawa ke rumah sakit sana. “Kondisi ibu ini akan menjadi liputan untuk kesehatannya mb. Proses evakuasi pasien dengan berjalan kaki itu akan sangat menarik. kita tunjukkan keluar apa yang terjadi di sini” ucap siska. Saya setuju-setuju saja, bahkan kalau dipikir-pikir itu akan sangat membantu, apalgi melihat kondisi si ibu. Tapi jika terjadi sesuatu di jalan, siapa yang akan bertanggung jawab? Bagaimana selanjutnya setelah sampai di RS? Sementara kita juga orang baru dan belum mengenal situasi dan kondisi di sini. Setelah berdiskusi panjang, kami pun bersepakat menghubungi pihak gereja hingga keesokan paginya, Dengan telepon satelit yang siska bawa, kami menghubungi seorang pastor untuk meminta persetujuannya tentang rencana kami.

Sambil menunggu balasan, kami pun memulai semua liputan yang lain. Sudah sore dan belum ada balasan juga, saat kami baru saja selesai mewawancara kepala kampung di tengah-tengah kampung, agak jauh dari rumah pak Yulian, sang istri datang menghampiri kami. Dia tersenyum-senyum. Dia sudah bisa berjalan rupanya. Syukurlah, dia sudah membaik pikir kami. Karena pesan yang tak kunjung dibalas, juga melihat kondisinya yang sepertinya akan membaik, akhirnya kami sepakat untuk wawancara saja, tak jadi mengevakuasinya ke rumah sakit.

Keesokannya ketika kami sudah kembali dari Kibay dan cerita ke pastor tentang rencana dan sms yang kami kirim, ternyata smsnya belum sampai ke hp pastor, padahal pastor sangat setuju kami mengevakuasi si Ibu. Tapi sudalah, sepertinya keadaanya sudah membaik.

Ternyata cerita berubah. Kemarin pagi saya mau membeli rosario ke salah seorang petugas di Gereja. Kepadanya saya bercerita bahwa rosario lama saya sudah saya jadikan kenang-kenangan untuk istrinya pak ketua lingkungan waktu berkunjung ke Kibay. “Ibu itu sudah melahirkankah?” Saya coba bertanya. “jadi ko belum tau? Ibu itu sudah meninggal. kira-kira dua minggu yang lalu sudah” yang di depan saya menjawab. Ibu Carolina meninggal saat melahirkan dan anaknya selamat. Ya Tuhan....

Dengan segala perasaan sedih dan penyesalan yang teramat sangat, saya langsung menelpon siska. Ternyata baru semalam siska selesai mengedit video liputan di Kibay dan terus melihat wajah si Ibu, kebetulan liputan tentang Kibay akan ditayangkan di acara ujung negeri sabtu depan jam 15:00 WIB. “merinding aku dengarnya mb” ucapnya. Lama kami bercerita, mengingat, dan menyesal. Andai saja waktu itu kami tetap mengevakuasi ibu itu, ceritanya pasti akan berbeda. Maafkan kami ibu...

Entah bagaimana nasib kedua anak kecil di rumah itu sekarang. Anak kandungnya, yang tak sempat melihat wajah ibunya, juga judith keponakannya, yang dijaganya dengan senang hati karena ibu kandungnya tak mau menjaganya lagi. Judith adalah anak dari adik ibu Carolina yang dihamili oleh seorang anggota kopassus yang pernah bertugas di sana dan sekarang entah di mana rimbanya. Huhhh..kejamnya dunia. Yang baik selalu lebih cepat berpulang.

Selamat jalan Ibu Carolina, semoga engkau berbahagia bersama Tuhan di Surga. Jadilah pendoa bagi keluargamu, khususnya dua anakmu yang pasti akan selalu merindukan kasih sayangmu...

Sebelumnya kisah kami selama liputan di Kibay http://wisata.kompasiana.com/jalan-jalan/2011/07/09/kibay-di-ujung-negeri/

Mohon tunggu...

Lihat Konten Edukasi Selengkapnya
Lihat Edukasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun