Nabila Dwi Hertanti
Sriyati Ranita
Reisya Refina Putri
Pengelolaan intventaris merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalamm operasi bisnis, terutama bagi perusahaan-perusahaan yang sedang berkembang pesat, dan tantangan utama bagi perusahaan-perusahaan ini adalah bagaimana caranya mengelola persediaan ketika modal awal perusahaan terbatas. Artikel yang penulis buat ini membahas mengenai “pembiayaan berbasis aset” yang muncul sebagai solusi utama yang efektif untuk masalah pendanaan yang seingkali dihadapi oleh para retailer. Banyak model tradisional dalam pengendalian produksi dan inventaris yang mengabaikan keadaan keuangan suatu perusahaan, yang kemudian mengarah pada praktik yang tidak layak dalam sistem perusahaan. Pembiayaan berbasis asset merupakan metode di mana pemberi pinjaman, biasanya diberikan oleh pihak bank. Aset yang diberikan biasanya berupa kas, persediaan, ataupun piutang perusahaan. Biasanya pihak bank memberi pinjaman hingga 90% dari nilai piutang usaha dan memberikan 50-60% dari nilai persediaan. Dan nilai pinjaman yang diberikan juga tergantung pada jenis dan likuiditas asset, serta tingkat risiko yang dinilai oleh para pemberi pinjaman.
Perusahaan-perusahaan baru seringkali menghadapi tantangan besar karena kurangnya aset tetap yang dimiliki. Hal ini membuat mereka bergantung pada pembiayaan berbasis aset untuk mendukung operasi mereka. Misalnya, bank biasanya akan memberikan pinjaman hingga 90% dari piutang dagang dan 50-60% dari biaya inventaris. Nilai pinjaman tergantung pada jenis dan likuiditas aset, serta tingkat risiko yang dinilai oleh pemberi pinjaman. Ini menunjukkan bahwa keputusan pengelolaan inventaris harus mempertimbangkan batasan keuangan yang ditetapkan oleh pemberi pinjaman. Hal ini menyoroti mengenai pentingnya integrasi antara keputusan operasional dengan keuangan. Penelitian dengan menggunakan model determinsik dan skokastik, menunjukkan seberapa banyak cara untuk meminjam dan berapa banyak untuk memesan dari pemasok harus dilakukan secara bersamaan. Hal ini tidak hanya membantu perusahaan memaksimalkan keuntungan tetapi juga mengurangi risiko bagi pemberi pinjaman. Dengan perkembangan teknologi seperti sistem pengumpulan data di tempat penjualan atau point-of-sale dan perencanaan sumber daya perusahaan (enterprise resource planning), pemberi pinjaman dapat dengan mudah memantau nilai aset perusahaan secara real-time. Hal ini membuat pembiayaan berbasis aset menjadi pilihan yang semakin menarik bagi perusahaan kecil dan menengah.
Beberapa manfaat dapat ditemukan dari pembiayaan berbasis aset, contohnya ases pendanaan lebih mudah, seperti memungkinkan perusahaan untuk mendapatkan pendanaan tanpa membutuhkan aset tetap yang besar seperti tanah atau bangunan. Selain itu juga memberikan fleksibilitas pendanaan untuk perusahaan dengan struktur aset yang lebih ringan, seperti perusahaan ritel atau distribusi. Selain itu modal yang diperoleh melalui pembiayaan berbasis aset dapat digunakan untuk membeli persediaan dalam jumlah besar, memperluas operasi, atau memenuhi permintaan pasar yang meningkat. Disamping itu, terdapat juga beberapa tantangan dalam pembiayaan berbasis aset. Contohnya pembiayaan yang seringkali memiliki biaya bunga yang lebih tinggi dibandingkan dengan pendanaan internal, terutama jika resiko yang ada dinilai cukup besar oleh pemberi pinjaman. Selain itu, jika perusahaan gagal memenuhi kewajibannya pembayaran mereka, pemberi pinjaman dapat melikuidasi aset yang dijaminkan, yang dapat mengganggu operasi perusahaan. Pemberi pinjaman seringkali mengharuskan akses penuh ke data persediaan dan piutang perusahaan, yang dapat menjadi tantangan bagi perusahaan yang belum memiliki sistem pencatatan yang modern.
Sebuah perusahaan rintisan di sektor ritel sering kali mengalami kesulitan dalam memperoleh pinjaman akibat minimnya aset tetap yang dapat dijadikan jaminan. Dalam situasi seperti ini, pembiayaan berbasis aset menjadi solusi yang sangat penting. Dengan memanfaatkan piutang usaha dan persediaan sebagai jaminan, perusahaan tersebut dapat mendapatkan dana yang diperlukan untuk membeli persediaan dalam jumlah yang memadai guna memenuhi permintaan pelanggan. Sebagai ilustrasi, sebuah perusahaan di Atlanta yang merakit produk di Tiongkok dengan menggunakan komponen utama dari pemasok lokal menghadapi tantangan signifikan karena lokasi aset mereka yang tersebar. Dengan menerapkan pendekatan pembiayaan berbasis aset, perusahaan tersebut berhasil menjaga aliran kas mereka, meskipun harus mengelola risiko terkait dengan fluktuasi mata uang dan likuiditas persediaan secara bersamaan. Selain itu, pendekatan tradisional dalam pengelolaan persediaan sering kali tidak mempertimbangkan kondisi keuangan perusahaan. Namun, penelitian menunjukkan bahwa keputusan operasional, seperti jumlah dan waktu pemesanan persediaan, perlu memperhitungkan batasan finansial yang ada. Sebagai contoh, model pembiayaan berbasis aset dapat menentukan batas maksimum pinjaman berdasarkan nilai persediaan yang dimiliki. Ini berarti bahwa keputusan untuk menambah persediaan tidak hanya ditentukan oleh permintaan pasar, tetapi juga oleh kemampuan perusahaan untuk mengakses pendanaan tambahan.Dengan mengintegrasikan kedua aspek ini, perusahaan dapat memaksimalkan penggunaan aset mereka untuk meningkatkan efisiensi operasional dan memastikan keberlanjutan keuangan. Kombinasi pendekatan ini juga memberikan keuntungan kompetitif, terutama bagi perusahaan yang beroperasi di pasar yang sangat fluktuatif. Pembiayaan berbasis aset juga memberikan tantangan bagi pemberi pinjaman. Bank harus memastikan bahwa nilai aset yang dijadikan jaminan cukup untuk menutupi risiko jika terjadi gagal bayar. Selain itu, bank harus mempertimbangkan tingkat bunga yang kompetitif agar menarik bagi perusahaan, sambil tetap memastikan margin keuntungan yang memadai. Dalam beberapa kasus, bank mungkin harus bekerja sama dengan perusahaan untuk meningkatkan likuiditas aset, misalnya dengan mempercepat proses penagihan piutang.
Kesimpulannya, pembiayaan berbasis aset menawarkan alternatif pendanaan yang signifikan bagi perusahaan rintisan dan yang sedang berkembang. Namun, penting bagi perusahaan untuk memahami risiko yang terkait dan memastikan bahwa keputusan operasional mereka selaras dengan batasan keuangan yang ada. Dengan mengintegrasikan manajemen persediaan dan pembiayaan berbasis aset, perusahaan dapat mencapai keseimbangan optimal antara pertumbuhan dan keberlanjutan keuangan. Artikel yang penulis buat ini guna mengilustrasikan pentingnya pengambilan keputusan yang terintegrasi antara aspek operasional dan keuangan untuk keberhasilan jangka panjang. Dalam dunia bisnis yang semakin kompleks, pemahaman mendalam tentang hubungan antara aset, pembiayaan, dan operasi menjadi kunci untuk bertahan dan berkembang di pasar yang kompetitif.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H