Dan maksud ketiga dari frasa "karena kata tak cukup buat berkata", bisa juga bahwa kata-kata yang disusun dalam bentuk diskursus rasional tak bisa merepresentasikan sepenuhnya tentang kenyataan yang sebenarnya. Selalu ada jurang antara kenyataan dan ekspresi kebahasaan akan kenyataan itu. Kalau kita menggunakan bahasa yang agak Kantian, maka senantiasa ada jurang yang menganga antara noumena (das sing an sich) dengan fenomena (das ding fur mich). Kenyataan yang ada  senantiasa adalah kenyataan yang nampak bagi manusia.
Dalam konteks yang lebih filosofis, para penerus tradisi empirisme seperti Locke dan David Hume mengatakan bahwa yang diketahui manusia adalah sensasi-sensasi kita atas dunia dan reaksi-reaksi kita atas ide sendiri. Kita begitu buta akan hakikat kenyataan yang menjadi objek persepsi dan diri kita sebagai subjek yang mempersepsi. Apa hakikat kenyataan/benda-benda/dunia dan apa hakikat diri kita akan tetap menjadi wilayah yang tak sepenuhnya bisa dikenali (terra incognitia).
Ada satu sikap yang disarankan oleh David Hume, jika kita menyadari problem keterbatasan pengetahuan kita akan dunia dan diri kita. Sikap itu disebut dengan istilah "mitigated sceptisisme", yakni semacam sikap skeptis yang proporsional. Dimana kita senantiasa bersedia merevisi pengetahuan-pengetahuan, ekspektasi-ekspektasi, anggapan-anggapan, pengertian-pengertian yang kita pegang teguh.
Keinginan kita untuk merevisi keyakinan, pengetahuan, kepercayaan atau apapun namanya, justru menyiratkan bahwa ada suatu wilayah yang penting bagi manusia yang senantiasa luput dari kata-kata., semisal nasib yang menurut Chairil Anwar "menjadi kesuyian masing-masing".
Dan saya pikir, kesadaran (dan mungkin penghayatan) akan "karena kata tak cukup buat berkata", sedikit banyaknya membuat kita menjadi lebih lentur (baik secara intelektual maupun etis), berpikiran terbuka, dan mudah bersimpati dengan yang berbeda dengan kita. Semua hal ini menurut John Dewey adalah sebuah keniscayaan dalam menciptakan pertautan-pertautan demokratis dalam sebuah masyarakat.
Asratillah
Makassar, 16 Oktober 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H