Mohon tunggu...
ASRA TILLAH
ASRA TILLAH Mohon Tunggu... Dosen - Saya adalah Koordinator Jaringan Intelektual Muda Muhammadiyah SulSel. dan direktur lembaga riset Profetik Institute

Saya adalah Koordinator Jaringan Intelektual Muda Muhammadiyah SulSel. dan direktur lembaga riset Profetik Institute

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Karena Kata Tak Cukup buat Berkata

16 Oktober 2021   01:31 Diperbarui: 16 Oktober 2021   01:48 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Dan maksud ketiga dari frasa "karena kata tak cukup buat berkata", bisa juga bahwa kata-kata yang disusun dalam bentuk diskursus rasional tak bisa merepresentasikan sepenuhnya tentang kenyataan yang sebenarnya. Selalu ada jurang antara kenyataan dan ekspresi kebahasaan akan kenyataan itu. Kalau kita menggunakan bahasa yang agak Kantian, maka senantiasa ada jurang yang menganga antara noumena (das sing an sich) dengan fenomena (das ding fur mich). Kenyataan yang ada  senantiasa adalah kenyataan yang nampak bagi manusia.

Dalam konteks yang lebih filosofis, para penerus tradisi empirisme seperti Locke dan David Hume mengatakan bahwa yang diketahui manusia adalah sensasi-sensasi kita atas dunia dan reaksi-reaksi kita atas ide sendiri. Kita begitu buta akan hakikat kenyataan yang menjadi objek persepsi dan diri kita sebagai subjek yang mempersepsi. Apa hakikat kenyataan/benda-benda/dunia dan apa hakikat diri kita akan tetap menjadi wilayah yang tak sepenuhnya bisa dikenali (terra incognitia).

Ada satu sikap yang disarankan oleh David Hume, jika kita menyadari problem keterbatasan pengetahuan kita akan dunia dan diri kita. Sikap itu disebut dengan istilah "mitigated sceptisisme", yakni semacam sikap skeptis yang proporsional. Dimana kita senantiasa bersedia merevisi pengetahuan-pengetahuan, ekspektasi-ekspektasi, anggapan-anggapan, pengertian-pengertian yang kita pegang teguh.

Keinginan kita untuk merevisi keyakinan, pengetahuan, kepercayaan atau apapun namanya, justru menyiratkan bahwa ada suatu wilayah yang penting bagi manusia yang senantiasa luput dari kata-kata., semisal nasib yang menurut Chairil Anwar "menjadi kesuyian masing-masing".

Dan saya pikir, kesadaran (dan mungkin penghayatan) akan "karena kata tak cukup buat berkata", sedikit banyaknya membuat kita menjadi lebih lentur (baik secara intelektual maupun etis), berpikiran terbuka, dan mudah bersimpati dengan yang berbeda dengan kita. Semua hal ini menurut John Dewey adalah sebuah keniscayaan dalam menciptakan pertautan-pertautan demokratis dalam sebuah masyarakat.

Asratillah
Makassar, 16 Oktober 2021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun