Tidak perlu. Sebab yang diperlukan adalah orang-orang yang tulus. Orang-orang yang yakin bahwa IKN akan menjadi jalan bagi kemajuan Indonesia. Orang-orang yang ingin pemerataan pembangunan antar wilayah itu terwujud nyata di bumi Indonesia. Orang-orang yang teguh memegang prinsip dari sila ke-5: Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Orang-orang yang berjuang untuk pembangunan yang bersifat Indonesiasentris.
Bukan orang-orang yang aji mumpung. Atau bahkan orang-orang yang terpaksa. Terpaksa bekerja mengerjakan proyek terkait IKN karena tuntutan jabatan yang melekat padanya. Orang-orang seperti itu biasanya bekerjanya tanpa spirit.
Begitu banyak orang pintar yang dilahirkan oleh ibu pertiwi. Tapi sejarah membuktikan, neraca antara orang pintar dengan orang tulus di Indonesia masih belum seimbang. Tidak serta merta orang - orang pintar itu tulus. Begitu juga sebaliknya, tidak serta merta orang - orang tulus itu pintar. Ketika seorang pemimpin mampu menemukan kepintaran dan ketulusan ada pada diri satu orang, maka itu salah satu yang dinamakan rejeki min haisu la yahtasib. Orang-orang seperti itu adalah aset bangsa. Yang bisa kita manfaatkan untuk mempercepat proses kemajuan bangsa kita. Itu pun kalau kita mau memakainya. Dan itu pun, kalau kita terlebih dahulu berhasil menemukannya.
Salam Indonesia Maju!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H