Mohon tunggu...
Aspianor Sahbas
Aspianor Sahbas Mohon Tunggu... profesional -

alumni pascasarjana Jayabaya,bekerja di Indonesia Monitoring Political Economic Law and Culture for Humanity (IMPEACH)

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Gagasan Membatalkan Hasil Pilpres

16 Agustus 2014   04:56 Diperbarui: 18 Juni 2015   03:25 386
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

GAGASAN MEMBATALKAN HASIL PILPRES

OLEH : ASPIANOR SAHBAS

Dalam kesaksiannya sebagai saksi ahli, pakar hukum tata negara Prof DR Yusril Ihza Mahendra menantang Mahkamah Konstitusi (MK) untuk berani membatalkan hasil Pilpres. Yusril menunjuk contoh MK Thailand yang berani membatalkan hasil pemilu karena masalah perhitungan suara.

Gagasan Yusril ini menarik untuk dikaji. Sebab, MKRI belum memiliki yurisprudensi tentang pembatalan hasil Pemilu Presiden (Pilpres) secara keseluruhan. Selain itu, jika gagasan pembatalan hasil Pilpres ini dilakukan, bagaimana pertimbangan yuridisnya serta dampaknya terhadap kehidupan ekonomi, sosial dan politik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Dalam yurisprudensi putusan MK terkait dengan Perselisihan Hasil Pemilu (PHPU) terutama dalam pelaksanaan Pemilukada, putusan-putusan MK hanya sampai pada pemungutan suara ulang pada TPS-TPS yang dianggap melanggar prinsip-prinsip konstitusionalitas Pemilu akibat terjadinnya pelanggaran yang terstruktur, sistematis dan masif. Penghitungan suara ulang jika terjadi kesalahan perhitungan oleh KPU , pendiskualifikasian pasangan calon yang berhubungan dengan kejujuran calon dan pendiskualifikasian calon yang ditetapkan KPUD karena adanya pelanggaran yang disertai teror dan intimidasi fisik.

Dari perspektif yuridis terkait dengan putusan MK, gagasan untuk memutus dengan membatalkan hasil pemilus secara keseluruhan jelas tidak ada dasar yuridisnya baik secara norma hukum konkrit maupun secara yurisprudensi.

Pembatalan terhadap hasil Pemilu tentu saja juga harus dikaitkan dengan permohonan Pemohon mengenai obyek gugatan yang dipersengketakan. Apakah dalam permohonannya Pemohon menghendaki adanya putusan pembatalan hasil Pemilu secara keseluruhan. Sebab jika tidak, sebagaimana ketentuan Pasal 45A Undang-undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Mahkamah Konstitusi disebutkan bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi tidak boleh memuat amar putusan yang tidak diminta oleh Pemohon, kecuali terhadap hal tertentu yang terkait dengan pokok Permohonan.Pasal ini memberi petunjuk bahwa MK tidak boleh mengambil keputusan di luar kewenangan yang dimilikinya. Atau MK tidak boleh mengambil keputusan yang bersifat ultra petita --- mengambil putusan melampaui tuntutan yang diajukan Pemohon.

Di sisi lain, dari asas kemanfaat hukum, putusan untuk membatalkan hasil Pemilu secara keseluruhan untuk konteks negara Indonesia, menurut hemat penulis lebih banyak mudharatnya daripada manfaatnya. Sebab pembatalan hasil Pemilu menuntut adanya penyelenggaraan Pemilu ulang. Pemilu ulang memnutuhkan persiapan dari segi waktu dan materi atau logistik Pemilu yang biayanya sangat besar.

Dari segi waktu, jika Pilpres tidak bisa menghasilkan Presiden sampai pada tanggal 20 Oktober 2014, maka hal ini akan menimbulkan kekosongan pemerintahan yang dapat membahayakan keselamatan bangsa dan negara. Selain itu Pemilu juga rawan dengan terjadinya instabilitas politik. Penyelenggaraan Pemilu yang tergesa-gesa semakin menimbulkan ketidaksiapan aparat penyelenggara Pemilu untuk mempersiapkan Pemilu yang berkualitas.

Sementara itu, dari segia biaya Pemilu tentu saja akan menghabiskan dana yang tidak sedikit. Dan ini akan menguras APBN kita.Dana yang terkuras dalam jumlah besar tersebut tentu saja membawa dampak bagi kepentingan biaya pembangunan kesejahteraan masyarakat di sektor lainnya.

Oleh sebab itu, gagasan untuk membatalkan hasil Pemilu akan membawa akibat yang sangat merugikan bagi kenyamanan dan kesejahteraan hidup masyarakat. Atas dasar itu Hakim-Hakim MK sepantasnya berfikir arif untuk memutuskan gugatan perkara Pilpres ini untuk tidak menimbulkan masalah baru yang menimbulkan kompleksitas masalah di tengah-tengah kehidupan masyarakat.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun