Setiap anak punya jalannya sendiri untuk menuju kesuksesan, menggapai impiannya namun tergantung bagaimana kesungguhan hatinya untuk mewujudkan semuanya. Jika gagal itu garis yang harus dilalui sebelum mencapai tingkat yang kita inginkan, jatuh dan bangun itu suatu hal yang biasa.
Namun berbeda dengan kebanyakan anak anak di jaman sekarang, aku tak ingin membicarakan tentang kegagalan orang lain, bukan pula soal kegagalanku terdahulu. Namun kegagalan yang dialami dua jagoan.
Si sulung yang tak kunjung juga mendapatkan panggilan kerja, entah sudah berapa banyak lamaran kerja yang dia masukkan ke perusahaan besar maupun perusahaan kecil.
Namun jaman korona seperti ini, di mana yang mau menerima pegawai, bahkan memecat pegawai mereka.Â
Mungkin saat itu, stres dan serta tekanan terhadap lingkungan. Walau sebagai orang tua tidak menuntut itu.Â
Pagi itu, sapa seorang ibu terhadap anaknya, dengan lembut namun di jawab teramat kasar (bagiku, karena tak pernah berkata kasar terhadap orang tua).
Hati ibu mana yang tak terhempas, yang akhir saling berbalas kata. Sang ibu masuk ke kamar menenangkan hati dengan uraian air mata. Sang ibu terlelap dalam kesedihan.
Tak lama kemudian sang anak masuk dan meminta maaf atas perkataannya. Sang ibu tak dapat berkata yang ada hanya air mata.Â
Begitu pula dengan si bungsu yang gagal di ujian masuk seleksi universitas jalur undangan. Mengubahnya menjadi ketus dan mudah marah.
Bagaimana kecewa hatinya atas kegagalan yang dia alami, namun setelah diberi penjelasan dengan baik. Akhirnya si bungsu mau berlapang dada untuk menerima semua.