Kegelisahan HatiÂ
Dear Jingga, Â
Beberapa hari ini, aku tidak menulis di Kompasiana, karena rasa letih  dan duka setelah kehilangan pengganti orang tuaku. Tubuh ini terasa begitu lelah seminggu setelah kepergiannya.  Menunggu dan mendampinginya  terbaring di rumah, rasa sakit yang menderaku selama ini tak kurasakan demi bakti akhir untuknya.
Sepuluh hari  setelah kepergian beliau, aku baru memberanikan diri untuk menulis tentang beliau secara utuh. Tempo hari hanya sekedar  sebait puisi melepas kepergian beliau.9
Menggenggam tangannya, memberikan semangat agar ia mampu melewati semua rasa dan ujian yang Allah beri, walau hati perih saat erangan demi erangan mampir ke telinga.
Tubuh yang semakin hari semakin habis tinggal kulit pembalut tulang. Ada yang bertanya, " Kenapa kamu begitu perhatian pada tante, hanya sekedar tante? Sekedar tante! Bagiku dia bukan hanya sekedar tante, istri dari oom ( adik mama).Â
Ia tak ubahnya orang tuaku, pengganti orang tuaku, anak anaknya adalah adik adik bagiku yang sedari kecil telah bersama dan tumbuh berkembang lewat mataku dan masa masa kuliah pun aku tinggal di sana.Â
Suami dan Anak Anak Meridhoi
Dear JinggaÂ
Selama ini aku hanya melihat beliau  kelang hari, sehari pergi sehari tidak karena kondisiku sendiri sedang tidak baik. Namun beberapa hari aku tak melihat karena kondisi badanku benar benar menurun.
Di hari ketiga aku tak melihatnya, sebuah pesan singkat masuk dan bercerita tentang  obrolan beliau selalu menanyakan dan menyebut namaku berulang kali bahkan bilang ia berbincang bincang denganku di pinggir tempat tidur dan kebetulan malam itu aku sendiri sedang mengerang menahan sakit. Sepertinya ada kontak bathin bersama beliau.Â