Mohon tunggu...
asni asueb
asni asueb Mohon Tunggu... Penjahit - Mencoba kembali di dunia menulis

menyukai dunia menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Seven As (Terlahir dari Rahim Seorang Ibu Sederhana)

3 Desember 2020   13:54 Diperbarui: 3 Desember 2020   13:58 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Awal Cerita tentang keluargaku...(.Bag. I )
Harus dari mana aku memulai membuka lembaran kehidupan kedua orang tuaku yang dahulunya penuh dengan dunia mistik. Percaya atau tidak  kita mempunyai titisan Harimau.

 Terkadang kita meragukan segala apa yang kita ketahui dan apa lagi untuk di jaman sekarang. Terima atau tidak kita harus mengakui titisan yang mengalir ke darah kita adik beradik. 

Kisah itu memang adanya dan bukan sekedar cerita legenda di Minang Kabau. Kami adik beradik menyadari setelah salah satu di antara kami mengalaminya, tepatnya kakak nomer tiga sedang emosi tingkat tinggi dan belum mampu mengendalikan amarah,raut wajah kakak dari penglihatan kita berubah menyerupai harimau dan mampu melewati  puluhan meter dengan sekali lompat.

Sebagai anak tengah, ingin mengungkap misteri yang terjadi dalam keluarga namun papa selalu bilang 

" Sejarah keluarga tidak bisa di buang, terima atau tidak itu sudah mendarah daging dengan sendirinya."

Kami tujuh bersaudara terlahir dari rahim seorang ibu yang sederhana, tidak ada tuntutan kehidupan yang harus dijadikan masalah, karena sederhananya kami pun tumbuh menjadi anak yang sederhana tanpa menuntut apa apa.

  Anak pertama Asma Hendriani

Perempuan yang cantik, pintar suka merajut dan menjahit tidak suka ke dapur. Pergi selama lamanya di usia masih anak anak

Anak ke dua Aswirni Mahendria 

 Anak perempuan yang lebih mirip orang jawa di banding orang padang. Lambat dan sering di sebut nyonya ke bele (lelet dan ceroboh).. itu dulu sekarang menjadi wanita yang gesit

Anak ke tiga Asrizal 

Anak laki laki yang ganteng, mengumbar karismanya ke semua perempuan namun dia mampu mengerjakan semua pekerjaan dengan baik sekalipun itu pekerjaan perempuan. Untuk jualan sarapan pagi semua dia yang memasaknya.

Anak ke empat  Asman Daliko  

Anak laki laki yang sangar tapi penyayang kepada siapa saja terutama anak anak. Lebih suka menjadi bos untuk diri sendiri dibanding kerja dengan orang lain . Meninggal di usia muda meninggalkan dua anak.z vs

Anak ke lima Assafina Tulbahri  

Anak perempuan yang keras, mau menang sendiri, tidak pernah mau mengalah dengan adik adik dan sedikit iri hati ( sekarang sudah banyak perubahan )

Anak ke enam Asni januarti 

Anak perempuan yang rada keras kepala, suka jalan, sering mengalah kepada adik dan kakaknya, sering kena marah tapi paling mudah  dan cepat di suruh kemana mana. Di beri talenta dengan Allah beraneka ragam, dan haus akan ilmu terlebih di bidang memasak dan menjahit

Anak ke tujuh Asnaini mawarti 

Si bungsu yang ikhlasnya melebih kakaknya, pinter masak selalu dapat baju dari kakaknya. Mempunyai anak anak anak yang cerdas.

Sejarah Pernikahan Papa dan Mama 

Papa dan mama menikah dengan jarak usia yang terpaut jauh. Papa menikah di usia empat puluh tahun sedangkan mama masih berusia dua puluh tahun.

Bagaimana mereka berjuang mempertahankan rumah tangga mereka, perjuangan yang teramat sulit, apa yang kami rasa dalam berumah tangga belum sebanding dengan penderitaan mereka dalam berumah tangga.

 Tiga kali mereka dipisahkan oleh keluarga  yang tidak setuju mereka bersatu.  Sebagaimana orang berusaha memisahkan mereka sebegitu pula kuat mereka untuk tetap bersatu. Tiga kali mereka dipisahkan  tiga kali pula mereka bertemu kembali. Sekalipun jarak yang memisahkan mereka teramat jauh. Mempertahankan cinta mereka walau usia terpaut jauh hingga akhir hayat mereka.

Jadi ingat bagaimana rumah tangga yang aku bina, di porak poranda oleh keluarga suami tapi karena ketulusan cinta kita mampu mempertahankannya hingga ke jenjang dua puluh lima tahun.

Papa bekerja di PTBA, dan sebagai pemain sepak bola yang handal dan sebagai pemain drama di masanya.

Sedangkan mama, seorang tukang pel sebuah rumah sakit ABRI. Mama sosok wanita yang mau belajar dan akhirnya bisa menjadi seorang bidan di rumah sakit itu

Cinta mereka di uji dengan kepergian anak pertama mereka yaitu Asma Hendriani. Kalau menurut medis saudara tertuaku terkena kangker Teroid. Meninggal masih duduk di sekolah dasar . Sekitar kelas enam  dan pergi setelah mengikuti ujian akhir di sekolah.

Namun kalau dikaitkan dengan silsilah keluarga dari mama, terkena kutukan leluhur. Di keluarga mama ada kutukan tujuh turunan, bila mempunya anak pertama harus bercerai.

Ternyata cinta papa terhadap mama lebih kuat dari apapun yang menghantam rumah tangga mereka. Hingga leluhur mengambil  anak sulungnya untuk dijadikan tumbal.

Percaya atau tidak itu dari silsilah keluarga dan setelah ditelusuri ada benarnya, dari leluhur hingga nenekku semua bercerai setelah punya anak satu dan mama adalah turunan ke enam.

Sebelum menikah papa di usia empat puluh melakukan taubat nasuha, menghilangkan semua ilmu baik hitam atau putih. Karena mama seorang tenaga medis tidak terlalu memusingkan kutukan tujuh turunan itu. Sudah ajal anak sulungnya hanya sampai di kelas enam sekolah dasar.

Sejak kepergian anak sulungnya, kami sekeluarga pindah ke  tempat yang lebih menyejukkan hati, rumah yang sedikit demi sedikit di bangun dari hasil kerja keras mama.

Sedangkan papa sudah pensiun dari pegawai PTBA dan menghabiskan harinya dengan berjualan koran dengan sepeda tua dan topi koboi untuk melindungi kepalanya dari terik matahari.

Sewaktu papa kerja di PTBA, papa pernah mendapatkan sebongkah batu hitam yang papa jadikan hiasan di atas bufet.

Cerita papa, ada orang jawa datang bermain kerumah dan melihat batu itu.

" Pak Sueb, batu ini perlu dimandikan," dengan logat jawa yang kental.

" Batu biasa, kenapa harus dimandikan, ini hanya pajangan saja.," Kata papa sedikit tegas.

Papa tidak mau menjadi orang yang sirik dan nurut dengan batu. Tapi di malam lebaran, semua persediaan untuk lebaran sudah tersedia, tapi keesokan harinya semua persediaan tidak ada yang tersisa, habis tak tersisa.

Setidaknya sisa sisa ilmu dulu masih ada, papa tahu siapa yang menghabiskannya. Batu itulah yang menghabiskan dan papa lempar batu itu kedalam bak, tanpa ritual ritual yang di sarankan oleh orang jawa itu.

Sekarang  batu itu masih ada, yang di ambil oleh salah seorang keponakan papa, digunakan untuk media pengobatan. Tepatnya ada di Tanjung Enim.

Keluarga dari papa, hampir semua mampu mengobati orang ( kalau kami bilang itu jalur  dukun) lebih di kenal lagi pengobotan  secara spritual.

 Ada yang mengandalkan batu hitam, ada yang mengandalkan kalung, ada yang mencari obat obat hingga ke ujung  daerah atau pelosok hutan rimba dan ada juga yang sudah insaf dan meninggalkan semua. 

Papa tetap pada keimanannya, membuang segala yang jahat dari dirinya demi keutuhan rumah tangga papa.  Tak satu pun ilmu yang di turunkan ke pada anak anaknya kecuali mengajarkan mengaji dan sholat

 Kita berenam, pernah dimimpikan bertemu leluhur dan mau menurunkan ilmunya, agar bisa mengobati orang banyak. Sebagai anak tengah yang diberi amanah itu, menolak, aku tak ingin hidup di dunia seperti ini.

Hanya ingin kedamaian bersama keluarga, tak ingin apa yang papa ajarkan tentang agama terhapus begitu saja.

Sayang, Allah lebih menyayangi papa sebelum aku sempat mempertanyakan silsilah itu. Masih jadi ganjalan di hati kenapa ada titisan harimau dan si pahit lidah.

Palembang, 031220

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun