Ke mana kubawa renjana saat hati membuta, panggil kau afasia saat jiwa goyah dalam diam yang kau ciptakan, lukisan mawar hitam terkapar
Kau toreh luka di pundak, hati dan jiwa, andai mampu terobati satu keikhlasan, mungkin telah di tabur benih keikhlasan. Tanpa kau sadari pergi mu adalah perih di relung hati
Coretanmu pekat sayang, seperti lukisan mawar hitam ini. Adakah arti dari kesungguhan hati untuk meramunya bagian dari mimpi kelam
Bila salah kata  tidak perih dan jika kecap rasa berubah darah. Tangis terpecah dari dua hati. Bibir tergigit tercium anyir darah. Menekan kata agar kau mengerti melumatkan kata pisah Afasia
Kegelisaha  hati telah menyeruak pada bait bait rindu tertahan, tertumpah pada lereng lereng duka. Bahkan tersimpan dalam kota kehidupan. Seperti lukisan mawar hitam terbingkai di relung jiwamu
Jangan kau jadikan aku lukisan jiwamu yang hitam pekat seperti lukisan mawar hitam mu tapi jadikan aku dalam kehidupanmu  yang terus ada dalam hati dan pikiranmu
Seindah apapun lukisan mawar hitam itu tapi tidak bagiku, semata lambang kematian panjang kehidupan yang kau pilih dari sekian pilihan.
Palembang,251120
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H