Jingga, kali ini kaki melangkah menuju Madina. Perjalanan yang tak berliku, lurus tapi pasti. Tahukan engkau jingga rasanya  hati, menjalani serangkaian ibadah.Â
Terkadang lelah mendera namun aku harus bertahan. Kadang kala ada amarah tapi aku coba redam dengan berwhudu. Ada tangis yang tersembunyi yang pantas aku beri pada_Nya.
Di tengah kegersangan, angin badai memporak porandakan tenda tenda. Hatiku merindu pada buah  hati yang aku tinggalkan.
Perjalanan sunyi ini pun membuat hati semakin gundah gulana, saat bisikan halus menyebut nama anak anakku.
Akankah aku rusak rangkaian ibadahku karena rasaku, selangkah lagi untuk menggapainya, bertahanlah hati kecilku menguatkan.
Aku tahu ada yang terjadi, namun mencoba untuk memahami perkataan hati, lupakan sejenak karena tak lama lagi kau akan menatap dan memeluknya.
Di tanah_Mu, terlihat jelas gambaran kemunafikan, keserakahan, durhaka, kesombongan, jadi pelajaran diri
Jingga, tak perduli apa kata mereka karena niat hatiku menjalankan ibadah. Kenikmatan itu hati yang rasakan seperti kau tutup mata, telinga, dari kemilaunya dunia.
Langkah ku semakin  pasti karena ibadah dan pulang menatap buah hatiku.
Jelang malam, 061020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H