Sejak bisa membaca menulis, kebiasaan menulis puisi di setiap buku pelajaran, atau di mana saja jika  mata sekilas memandang langsung bisa  merangkai kata, mungkin ini yang di katakan ada darah seninya. Terkadang sering berbalas puisi dengan sahabat. Membaca puisi pun menjadi sebuah kebahagiaan .  Dari menulis hingga membaca puisi yang mengajari aku banyak hal adalah papa, laki laki pertama yang aku lihat dan aku cintai.
Aku dibesarkan  di kota kecil, untuk menyalurkan bakat itu sedikit terhambat. Semua hanya sebatas ajang sekolah. Keinginan menjadi penulis itu hanyalah angan angan semata. Hingga aku duduk di bangku kuliah, masih dengan hal yang sama tapi beda permasalahannya karena aku tinggal dengan paman jadi tidak mungkin mau seenaknya keluar rumah sedang waktu telah habis di perkuliahan.
Impian tetap menjadi impian, entah kapan terujut biarkan  waktu yang menjawab semuanya. Delapan tahun yang lalu impianku terjawab, jalan untuk menjadi penulis terbuka lebar, ajang lomba menulis tersebar di mana mana. Walau saat itu aku sudah menjadi seorang ibu dari tiga putra dan putri namun semangat itu tak pernah surut.
Hampir semua ajang lomba tak terlewatkan ada yang  lolos ada yang tidak, ada yang mendapat juara satu bahkan ada juga yang tidak, namun tetap semangat karena ini baru permulaan langkah. Selalu punya motto " kirim tulisan lalu lupakan," agar tidak terlalu berharap dengan apa yang sudah dikirim. Sempat menjadi pembicara dan motivator di sekolah sekolah serta universitas. Alhamdulillah dari itu saja bisa membantu untuk menerbitkan novel yang hingga saat ini tak tertuntaskan.
Baru merasakan nikmatnya menulis, kenyataan ini harus aku terima, berdiri di persimpangan tidak mengenakan hati. Berjalan ke kiri ada suami dan anak anak berjalan ke kanan  dunia menulis yang baru aku rintis selangkah lagi untuk menuju kesuksesan itu.  Pilihan yang teramat sangat tidak mengenakan hati tapi aku harus bisa memilih jalan mana yang harus aku lalui.
Dengan pertimbangan yang matang akhirnya aku meninggalkan dunia menulis yang baru aku rintis demi suami dan anak anak yang butuh perhatian lebih. Suami yang terkena serangan jantung dan harus di operasi, anak sulung yang butuh perhatian karena sedikit punya permasalahan  dalam kesehariannya. Meninggalkan  kenikmatan dunia menuju kenikmatan surga.
Namun naluri untuk menulis itu terus bergelayut manja, berselimut hangat. Namun belum ada waktu yang tepat untuk memulainya. Hingga sewaktu aku pulang ke kota kelahiran aku, di sanalah terbersit di hati untuk menulis setelah perbincangan dengan sahabat hati yang memberi semangat untuk menulis kembali, tapi katanya cukup sekedar menyalurkan bakat saja, tidak perlu seperti dulu. Akhirnya aku kembali memilih kompasiana  untuk ajang aku menulis. Berhubung sudah lama tidak menulis dan kompasiana yang lama sudah lupa  kodenya akhirnya  kembali lagi membuat yang baru. Akhirnya kembali menulis walau hanya sebatas menulis. Alhamdulillah masih di beri kesempatan untuk kembali berkarya dalam kesederhanaan.
Palembang ,23122019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H