Mohon tunggu...
Asnawin Aminuddin
Asnawin Aminuddin Mohon Tunggu... -

Sifat dasar manusia antara lain selalu ingin berkomunikasi dengan orang lain dan ingin mengetahui keadaan di sekitarnya. Saya bergabung disini untuk bertemu dan saling bertukar pengalaman / informasi dengan teman2 dari berbagai penjuru.... (asnawin@ymail.com)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Anak Pelaku Begal Adalah Korban

24 Februari 2017   15:44 Diperbarui: 24 Februari 2017   15:54 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sepulang mengantar anak ke sekolahnya, Kamis pagi, 23 Februari 2017, saya melihat tiga bocah berusia belasan tahun tertidur di emperean toko, Jl Tala'salapang, Makassar. Usia mereka saya perkirakan sekitar 13-15 tahun. Pakaian mereka kotor. Saya singgah pada sebuah toko yang berhadapan dengan toko tempat ketiga anak tersebut tertidur. Salah seorang di antara mereka kemudian terbangun dan langsung menyambar sebuah air gelas, merobek penutupnya dengan jari, kemudian meminum sedikit lalu membasuh mukanya.

Saya memerhatikannya dan ia pun tiba-tiba melihat ke arahku. Kami bertatapan beberapa saat lamanya dipisahkan oleh jalan raya yang cukup ramai arus lalu lintas kendaraan. Dua temannya masih tertidur pulas. Sebenarnya ada niat mendatanginya sekadar menyapa dan ngobrol-ngobrol dengan mereka, tetapi niat itu saya batalkan karena khawatir mereka merasa terganggu.

Dari wajah bocah yang terbangun dan menatapku, saya menangkap ada semacam duka dan beban. Wajahnya cukup tampan. Saya membayangkan, seandainya ia berada di tengah keluarga yang merawat dan menyayangi dengan sepenuh hati, bocah itu mungkin termasuk dapat memberi kebahagiaan keluarganya. Saya yakin, ia anak baik. Ia menjadi anak jalanan, mungkin karena korban keluarga yang tidak harmonis atau korban pergaulan.

Saya ingat sekitar dua tahun silam, seorang bocah belasan tahun (17-18) tewas tertembak polisi karena lari dari kejaran. Ia diduga melakukan perbuatan merampok di jalan alias begal. Ironisnya, anak itu adalah anak dari seorang polisi.

Beberapa tahun lalu di daerah Sudiang, Makassar, saya juga sempat menjadi tempat curhat (curahan hati) seorang ibu yang dua orang anaknya menjadi sulit diatur dan sering menghabiskan waktunya main game di warnet. Suami dari ibu itu juga polisi, sedangkan ia sendiri seorang guru. Kami tidak saling kenal dan hanya secara kebetulan bertemu lalu ngobrol-ngobrol.

Dari kejadian-kejadian tersebut, saya mengambil kesimpulan, anak-anak yang terlibat begal atau sulit diatur, sebagian besar karena kurang perhatian dari orangtua atau menjadi korban pergaulan. Mereka yang korban pergaulan terutama karena salah memilih teman, sehingga mereka terpengaruh melakukan perbuatan yang tidak pantas, misalnya merokok, minum minuman keras, nonton video porno, dan mengkonsumsi narkoba. Sebagian dari mereka itulah yang akhirnya terlibat perbuatan begal dan pergaulan bebas.

Karena sebagian anak pelaku begal adalah korban, maka sebaiknya mereka yang tertangkap jangan langsung dihakimi apalagi diperlakukan seperti binatang di tengah jalan. Kita memang jengkel dengan banyaknya aksi begal dan banyaknya korban begal, tetapi kita juga sebenarnya tidak punya hak untuk menghakimi apalagi sampai membunuh anak pelaku begal yang tertangkap di jalan.

Barangkali sangat bijak kalau pelaku yang tertangkap diikat saja lalu diserahkan kepada polisi. Selanjutnya, polisi melakukan pendekatan persuasif, kalau perlu menyewa atau bekerjasama dengan kampus-kampus yang memiliki Fakultas Psikologi atau Program Studi Psikologi untuk membantu anak-anak pelaku begal menyadarkannya, karena sekali lagi, sebagian besar dari anak-anak pelaku begal sesungguhnya adalah korban. 

Bayangkanlah kalau anak-anak kita yang menjadi korban "kurang perhatian" atau korban salah pergaulan, lalu terlibat perbuatan begal, lalu tertangkap di jalan, kemudian dipukuli hingga babak belur, dan berujung kematian. Kita semua tentu tidak ingin itu terjadi, maka marilah kita mengubah cara berpikir. Pihak kepolisian juga perlu mengubah pola penanganannya dngan melakukan pendekatan persuasif, serta bekerja sama dengan kampus-kampus yang memiliki fakultas psikologi atau program studi psikologi untuk menangani anak-anak pelaku begal.

Peran guru di sekolah juga tentu sangat besar dalam mengarahkan para pelajar agar selalu berpikir positif dan menghindari hal-hal yang dapat merusak mereka atau menjerumuskan mereka ke lembah hina dina.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun