Mohon tunggu...
Asna Tiana
Asna Tiana Mohon Tunggu... Guru - Guru

How Great Thou Art

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Pernikahan Usia 365 Hari

9 November 2023   10:00 Diperbarui: 9 November 2023   10:09 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Love. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Prostooleh

"Bagaimana ya besok ketika aku sudah menikah? Siapa ya jodohku? Seperti apa ya sosoknya?" 

Pertanyaan-pertanyaan itu pernah mampir di kepalaku sewaktu aku masih kecil. Dulu aku berpikir dunia orang menikah adalah dunia yang asyik dan seru. Rasa penasaranku terhadap kehidupan pernikahan mulai terjawab ketika aku berusia 26 tahun. Pada saat itu, aku dipinang oleh sosok lelaki tampan dan berbudi. Perkenalanku dengannya cukup singkat sehingga kami tidak terlalu banyak menikmati masa-masa pacaran. Dia adalah kakak tingkatku semasa kami berkuliah di sebuah universitas. 

Hari-hari awal pernikahan pasti menyenangkan ya? Menikmati masa-masa honeymoon dan menghabiskan waktu berdua? 

Ternyata tidak begitu juga. Hari-hari awal pernikahan rasanya seperti hari-hari biasa, hanya ada sesuatu yang seperti tersematkan dalam hidup. Ya, punya peran baru dan pribadi baru yang harus aku dampingi setiap hari-harinya. Kami tidak memiliki waktu untuk honeymoon karena kesibukan kami yang kebetulan sama-sama berprofesi sebagai seorang guru. 

Hari-hari kami lalui sembari kami belajar mengenal satu sama lain dan belajar mendalami peran baru yang kami miliki. Sering kami berselisih dan bertengkar karena hal-hal kecil. Ego kami masih sama-sama tinggi. 

Aku yang selalu ingin didengar dan diprioritaskan sedang dia yang selalu ingin dihormati dalam setiap keputusannya sebagai kepala rumah tangga. Menyatukan dua perbedaan menjadi satu menuju kata sepakat ternyata tidak semudah itu. Kadang-kadang mengalah adalah solusi. Tetapi butuh hati yang besar untuk melakukannya.

Menikah pasti bahagia?

Dari pernikahan ini aku belajar bahwa kita tidak bisa menggantungkan kebahagiaan itu kepada pasangan kita. Pasangan kita tidak bertanggung jawab untuk memenuhi pundi-pundi kebahagiaan kita. 

Pasangan adalah sarana untuk membantu kita mencapai kebahagiaan yang selaras dengan tujuan pernikahan. Sama seperti yang dikatakan oleh orang-orang bahwa bahagia itu kita sendiri yang tentukan, kita sendiri yang ciptakan, bukan pasangan kita. 

Semakin kita berharap pasangan kita bisa membahagiakan kita, semakin kekecewaan yang kita dapatkan.Yang ada adalah kita sama-sama berusaha untuk saling memenuhi dan menjaga marwah sebagai seorang suami ataupun istri. 

Kebahagiaan yang aku maksud disini bukanlah kebahagiaan akan kecukupan materi walaupun tidak bisa dipungkiri materi juga sarana untuk mencapai kebahagiaan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun