Mohon tunggu...
Nok Asna
Nok Asna Mohon Tunggu... Lainnya - Penikmat Senja dan Sastra.

Penikmat Senja dan Sastra.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jika Jakarta Tidak Lagi Menjadi Ibu Kota

30 Juni 2022   20:17 Diperbarui: 30 Juni 2022   21:14 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Meskipun Jakarta, kota terbesar di Indonesia, saat ini berusia 495 tahun, belum setua Kediri yang tahun ini menginjak usia 1.143 tahun. Sebagai ibu kota negara, wajarlah Jakarta menjadi ladang gula bagi para perantau dari beberapa penjuru daerah. Saya sering mendengar percakapan orang di kampung bahwa perantau ke Jakarta otomatis level kekerenannya meningkat. Entah apa pun profesinya pokoknya pasti keren, apalagi kalau saat pulang kampung membawa mobil baru atau gemerlap kalung emas nempel di leher. Lalu, para orang tua berbondong-bondong menyuruh anaknya merantau ke Jakarta. Tidak heran kita sering mendengar ribuan perantau memasuki Jakarta berbarengan arus balik Lebaran.

Bagaimana jika Jakarta tidak lagi menjadi ibu kota, Bestie?

Kita tentu sudah mendengar pemerintah akan memindahkan ibu kota negara ke Kalimantan. Salah satu alasan yang disebut pemerintah adalah agar pembangunan bisa merata. Rencana ini tampaknya sudah mulai disiapkan, baik dari segi anggaran, lokasi, serta pelibatan masyarakat setempat.

Terkadang saya membayangkan kalau Jakarta yang penuh dengan tumbuhan semen dan besi ini tiba-tiba tidak lagi disebut DKI---Daerah Khusus Ibukota---tapi hanya disebut Kota Jakarta. Apakah spesialnya Jakarta akan berkurang? Akankah para perantau berduyung-duyun pindah ke ibu kota baru? Apakah kita masih akan mendengar orang-orang dari daerah datang ke Jakarta untuk demo di Istana Negara? Akankah gedung-gedung bertingkat yang belum selesai dibangun ditinggalkan begitu saja?

Sembari melihat langit Jakarta yang kian kelabu, saya kembali tergoda untuk berpikir, apakah kita bisa melihat langit Jakarta kembali biru? Apakah kita akan dapat menyaksikan bintang di langit Jakarta saat malam hari ketika Jakarta tidak lagi menjadi ibu kota?

Saya coba tengok data BPS Provinsi DKI Jakarta. Dengan jumlah penduduk 10,56 juta jiwa tahun 2020, ada sejumlah 20,22 juta kendaraan bermotor. Barangkali langit kelabu Jakarta tidak hanya disebabkan kendaraan bermotor tersebut, namun bintang di langit Jakarta sulit disaksikan meskipun Jakarta tidak lagi menjadi ibu kota.

Saya sendiri perantau, sudah setahun ini pindah kerja ke Ibukota. Dan ini kali kedua saya bekerja di Jakarta. Saya sempat tinggal di Surabaya selama 5 tahun, di Makassar selama 3 tahun. Saya berasal dari Blitar. Ya, salah satu kegemaran saya adalah merantau. Saya bisa merasakan perbedaan tinggal di Makassar lalu tiba-tiba tinggal di Jakarta. Semua harus serba gercep. Kompetisi di mana saja. Saya salut kepada orang-orang yang bertahan setiap hari berdesakan naik KRL. Awal saya coba rasanya badan pegal-pegal karena berdesak-desakan, tapi daripada kena macet dan berlama-lama di jalan, KRL adalah solusi.

Jakarta adalah pusat kebudayaan, bisnis, pemerintahan, pembangunan, serta pusat listrik. Iya, saya pernah megap-megap melihat binar cahaya lampu di Jakarta setelah pulang dari pedalaman Papua---Lanny Jaya nama tempatnya. Apakah di Lanny Jaya tidak ada listrik? Sebenarnya ada, listrik menyala dari jam 06.00 - 14.00 dan jam 18.00 - 09.00 waktu setempat, namun saat dua bulan di sana ada kerusakan jadi kami hanya mengandalkan cahaya matahari dan genset.

Jika Jakarta tidak lagi menjadi ibu kota, saya rasa Jakarta tetap akan istimewa di hati. Kalaupun Jakarta akan kehilangan nama sebagai DKI, Jakarta tetaplah Jakarta. Kota yang telanjur khusus, sudah bertumbuh pesat, dan masih akan tetap menjadi ladang gula bagi para perantau. Tidak peduli langit Jakarta mau biru atau kelabu, saya pikir, mereka yang sudah nyaman tinggal di Jakarta akan selalu merindukan Jakarta sebagai tempat pulang. Masih hangat membekas perayaan HUT 495 Jakarta, mari kita jaga Jakarta bersama. Hidup rukun dan damai dalam satu atap meskipun baju kita berbeda warna.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun