"Karena laut sudah bercerita kepadaku. Tentang apa yang tak kudengar dari daratan tempatku bertemu denganmu..."
"Wuno haka nai heti rera gere... Wuno dore lali nai lali rere"
Telah kudengar riwayat dari mereka yang pernah menginjakkan kaki di tanah ini. Cerita mereka umpama kecantikan Dewi Sinta yang menyihir Rahwana hingga rela keluar negeri Alengka demi sang Dewi. Pun meskipun tak sekhilaf Rahwana menyulik Dewi Sinta, khilaf?
Ya, karena pernah ada yang bilang padaku bahwa tiada manusia yang jahat, mereka hanya khilaf. Barangkali memang demikian. Aku melakukan sebuah perjalanan meninggalkan kotamu untuk sementara, demi perjumpaanku dengan Labuan Bajo nun jauh di seberang lautan.
Sesampainya di Labuan Bajo, satu per satu keindahan kujumpai. Yang tenang, yang damai, yang ramah, dan yang memikat. Barangkali aku telah jatuh hati pada tanah Manggarai. Telah kusiapkan perbekalan untuk menjelajahi keindahan Labuan Bajo.
Bersama para manusia yang gemar berpetualang demi menemukan keindahan yang tersembunyi di alam raya. Dari dermaga, aku telah melihat lautan di seberang melambai-lambai seakan memanggil diriku untuk mendekat. Maka, siang itu kami berlayar menjelajahi pulau-pulau, meninggalkan sementara semua beban.
Lautan seakan membuatku hanyut dalam buaian, angin semilir berirama rindu menerpa wajahku, terik matahari menghangatkan tubuhku. Alam memang tak pernah gagal menciptakan kebahagiaan dalam diri manusia.
Perjalanan telah sampai di sebuah pulau. Pulau Kelor namanya. Setelah jangkar dilabuhkan, sekoci disiapkan untuk kami bisa mencapai tepi pantai. Dari atas sekoci nampak manusia berderet di atas bukit. Menunggu antrean naik ke bukit teratas atau sekedar untuk bisa berdiri di spot foto terbaik.
Puluhan manusia membanjiri pulau ini untuk bertemu sang bintang. Nampak sekumpulan komodo menikmati waktu istirahatnya. Mereka tak peduli puluhan mata manusia yang takjub menatap. Kulihat pula sang bintang bangkit dari tidur, menegakkan kepala dan menjulurkan lidahnya yang bercabang. Aku pun terpana.