Mohon tunggu...
Asmuddin
Asmuddin Mohon Tunggu... lainnya -

www.asmuddin.blogspot.com Belajar Menulis "Jika tidak bisa turun ke jalan, melawanlah dengan TULISAN"

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Stop Menawar Harga pada Pedagang Kecil!

5 September 2016   01:25 Diperbarui: 4 April 2017   16:55 2056
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hasil gambar untuk penjual sayur keliling. Youtube.com

Beberapa hari yang lalu, saya mendapat kiriman pesan dari seorang sahabat yang di-share  melalui grup media sosial tentang dialog antara seorang wanita kaya dengan seorang pedagang sayur. 

Dialog ini berlangsung dalam konteks wanita tersebut sebagai pembeli dan pedagang sayur tersebut sebagai penjual. Saya kemudian memodifikasi dialog tersebut dalam konteks percakapan khas Makassar yang kira-kira dialognya seperti di bawah ini:

Pembeli: Daeng ....berapa harga satu ikat kangkung ta?
Penjual Sayur: Seribu rupiah saja, Bu
Pembeli: Tiga ikat dua ribu rupiah ya...?
Penjual Sayur: Wa.... tidak dapat bu....
Pembeli: Ya sudah.... saya tidak jadi beli, mahal sekali Daeng.

Wanita itu kemudian berbalik arah akan meninggalkan penjual sayur tersebut.

Penjual Sayur : Ya sudah, Bu ...ambil saja.

Mendengar perkataan hibah sang penjual sayur, wanita itu lalu  berbalik dengan cepat, membeli dengan perasaan menang, sambil menyerahkan dua keping uang logam seribuan, wanita itu sangat bahagia.

Di lain waktu, wanita kaya itu makan di sebuah restoran mewah bersama keluarganya. Setelah selesai makan, ia meminta kwitansi pembayaran, di nota tersebut tertulis angka Rp 415.000, tentunya sudah termasuk pajak 10%. Wanita tersebut lalu mengeluarkan 5 lembaran uang Rp 100.000, kemudian memberikannya ke pelayan restoran tersebut sambil berkata, "Kembaliannya ambil saja ." 

Penggalan dialog tersebut sering kali kita saksikan, bahkan kadang kita adalah pelakunya, entah itu dengan penjual sayur atau penjual ikan yang lewat di depan rumah kita, atau dengan pedagang asongan lainnya yang sering kita jumpai di terminal, di perempatan jalan, dan tempat keramaian lainnya. "Menawar" adalah aktivitas lazim yang dilakukan ketika kita bertransaksi dengan para pedagang kecil, prilaku ini sangat kontras ketika kegiatan belanja kita berlangsung di mall, supermarket, atau pusat perbelanjaan moderen lainnya.

Berapapun kecilnya harga yang ditawarkan, ketika itu berhadapan dengan para pedagang kecil, sebelum transaksi disepakti, pada umumnya didahului oleh aksi tawar menawar. 

Ini sangat berbeda dengan perilaku belanja kita ketika itu berhadapan dengan pengusaha yang memajang barang dagangannya di pusat perbelanjaan modern, yang berlaku adalah, "Berapapun mahalnya, transaksi berjalan dalam sunyi, tanpa ada ritual tawar menawar terlebih dahulu."

Jika kita renungkan, kegiatan tawar menawar yang sering dilakukan terhadap pedagang kecil seperti penjual sayur keliling, penjual ikan, pedagang asongan, penjual nasi bungkus, dan penjual-penjual kecil lainnya adalah tindakan yang sangat tidak manusiawi dan cenderung rasial, sedangkan pada saat yang sama kita rela mengeluarkan uang banyak untuk membeli barang-barang yang kadang tidak penting-penting amat. Membayar mahal harga makanan di restoran mewah yang kadang hanya setengahnya yang mampu kita habiskan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun