Sumber : detik,com
Sosok Basuki Tjahaja Purnama atau yang lebih akrab dipanggil Ahok adalah sebuah fenomena, tidak hanya di DKI Jakarta dimana dia menjadi orang nomor satu, kepopulerannya menjangkau seluruh pelosok nusantara. Melalui media, pemberitaan akan segala tindak tanduknya menggelinding jauh, masuk ke ruang-ruang privasi sebagian besar warga di seantero nusantara. Jauh dari hiruk pikuk pusat ibu kota, ketegasan dan keberaniannya menjadi obrolan di warung kopi, gaya bicara dan kata-katanya menjadi perbincangan para ibu-ibu pengajian.
Sebagai orang daerah yang jauh dari pusat kekuasaan di ibu kota, pengenalan terhadap Sang Gubernur hanyalah melalui media TV, Koran, Majalah, dan media-media online. Beliau di puja tidak hanya oleh penduduk DKI yang dipimpinnya, tetapi juga oleh orang yang merindukan gubernur atau bupati/walikota nya memiliki karakter seperti Ahok, namun tidak sedikit pula yang antipati kepadanya.
Dengan segala puja dan cela yang dilekatkan kepadanya, Ahok adalah sosok yang selalu menarik untuk dibertakan, tidak ada sosok pemimpin daerah yang secara massif diberitakan oleh media selain Ahok. Hasil searching memperlihatkan bahwa jika kita masukkan kata "Ahok" dalam mesin pencari Google, maka hanya dalam tempo 0.23 detik akan ditemukan sekitar 14.000.000 berita/tulisan yang terkait dengan Ahok, bandingkan dengan kata "Ridwal Kamil" yang hanya 930.000 dalam tempo 0.37 detik, Tri Rimsaharini hanya 510.000 dalam tempo 0.41 detik, Haji Lulung hanya berkisar 616.000 dalam tempo 0.27 detik, Megawati Sukarnoputri hanya sekitar 580.000 tulisan/berita. Ahok hanya kalah dari kata "Jokowi" yang menempus angka 22.800.000 dalam tempo hanya 0.66 detik.
Bagi kami, sebagai orang yang tidak terdampak dari apapun kebijakan Ahok, tetapi setiap saat menyaksikan aksinya melalui media, Ahok adalah sosok yang kontroversial. Aspek ini pula mungkin menjadi kan Sang Gubernur sebagai sumber berita kesayangan media yang selalu memiliki nilai berita.
Kontroversi "Ahok"
Tidak dapat dipungkiri, Pak Ahok telah berhasil merubah wajah Jakarta, dan tentunya masih banyak juga yang belum tersentuh. Yang kita saksikan, kemacetan masih menjadi rutinitas harian di ibukota. Persoalan banjir pun masih belum bisa terselesaikan dengan tuntas, dibeberapa titik banjir masih menjadi sahabat setia warga Jakarta.
Berselang beberapa saat setelah pelantikannya sebagai gubernur, Ahok langsung mengeluarkan kebijakan yang tidak hanya menggebrak, tapi sekaligus kontriversial. Kebijakan untuk merang motor melintas di HI ditentang dan dianggap tidak adil oleh para pengguna motor. Pemihakan terhadap pengusaha minimarket dengan memberikan keluasaan dalam pendiriannya, sangat bertentangan dengan semangat yang dibangun oleh pemerintahan sebelumnya yang berniat melalukan moratorium pendirian minimarket demi melindungi pelaku usaha di pasar tradisional (link berita :Â 4 Kebijakan Ahok bikin Kontroversi).
Pandangan Sang Gubernur terhadap legalisasi minuman keras, keinginannya untuk mensertifikasi para PSK, serta pelarangan penyembelihan hewan kurban selain di TPH/RPH adalah sederet kontroversi lain yang dimunculkan oleh Ahok. Entah itu disengaja atau tidak, setiap kontroversi Ahok pasti menggelinding jauh, melintasi batas geografis DKI Jakarta, dan tidak hanya menjadi milik warga DKI.
Dalam mengelola pemerintahan DKI Jakarta, tak sedikit kebijakannya yang menimbulkan kontroversi. Pemberian Tunjangan Kinerja yang fantastis ke PNS dalam lingkup Pemerintahan DKI Jakarta dan menjadikannya sebagai PNS dengan pendapatan tertinggi di Indonesia. Dengan pendapatan yang besar tersebut, Ahok membangun ketimpangan pendapatan Pegawai, ketimpangan ini tidak hanya antar daerah, tapi juga sesama PNS yang berdomisili di Jakarta pun tetapi bukan merupakan PNS DKI.