Mohon tunggu...
Asmuddin
Asmuddin Mohon Tunggu... lainnya -

www.asmuddin.blogspot.com Belajar Menulis "Jika tidak bisa turun ke jalan, melawanlah dengan TULISAN"

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Konflik Golkar, “Mengalir Sampai Pecah”

1 Desember 2014   03:50 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:24 420
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Hiruk pikuk politik nasional bergeser ke Pulau Dewata Bali, isu sentralnya adalah Musyawarah Nasional (Munas) Partai Golkar IX yang akan dibuka hari ini, tanggal 30 November s.d 3 Desember 2014. Episentrum perdebatan bukan pada agenda-agenda strategis Partai Golkar ke depan, tetapi persoalan perseteruan antara kubu Agung Laksono cs yang mengatasnaman Presidium Penyelemat Partai Golkar melawan Aburizal Bakri dan kelompoknya sebagai penyelenggara kegiatan di Bali.

Perseteruan ini sebenarnya bukan hal yang baru muncul menjelang pelaksanaan Munas, jauh sebelumnya sesaat setelah pemilu legislative, internal Golkar telah bergolak, di mulai pada saat Golkar tidak dapat membangun koalisi dengan partai lain untuk memajukan kadernya sebagai Calon Presiden maupun Calon Wakil Presiden. Pertentangan faksi di internal Golkar kembali menguat, beberapa kader di luar kepengurusan DPP yang dimotori oleh Zainal Bintang (tokoh senior) meminta untuk mempercepat pelaksanaan Munas sebelum atau sesaat setelah Pilpres di gelar.

Pilihan elit Golkar (yang diwakili oleh sebagian besar DPP) untuk bergabung dengan Koalisi Merah Putih (KMP) bersama dengan partai Gerindra, PPP, PKS, PAN, dan PBB mengusung pasangan Prabowo Subianto – Hatta Rajasa sebagai Capres/Cawapres menambah suasana panas di internal Golkar.

Pilihan Partai Golkar untuk bergabung dengan KMP mengusung Prabowo – Hatta ini mendapat perlawan baik secara structural maupun cultural dari kader Golkar. Hal ini tentunya sangat bias dipahami, dimana pada saat yang lainnya Jusuf Kalla sebagai kader senior dan Mantan Ketua Umum juga maju tapi tidak mendapat dukungan dari partainya sendiri.

Tanda-tanda perpecahan pun sudah sangat nyata, kader-kader partai yang secara terang-terangan menjadi tim sukses pasangan Jokowi-JK seperti Poempita Hidayatullah, Nusron Wahid, Agus G Kartasasmita sampai pada Ketua Golkar Sulbar, Anwar Adnan Saleh dipecat dari Partai Golkar.

Pemilihan presiden usai, konflik Golkar belum menunjukkan tanda-tanda rekonsialisasi, tarik menarik kepentingan antar faksi semakin kuat, faksi ini masih bisa dibaca sebagai kelanjutan dari perseteruan pada Munas sebelumnya yang melahirkan Partai Nasdem dengan Surya Paloh sebagai leadernya.

Titik didih konflik Partai Golkar mencapai puncaknya saat menjelang pelaksanaan Munas IX. DPP Golkar yang dimotori oleh ARB dkk menetapkan pelaksanaan Munas dipercepat menjadi tanggal 30 November s.d 3 Desember 2014. Faksi yang selama ini bersebrangan dengan kelompok ARB kembali menemukan momentum untuk melakukan perlawanan. Mereka yang sebelumnya menuntut percepatan Munas berbalik menentang, kalau dulu pelaksanaan Munas pada tahun 2015 sebagaimana keputusan Munas sebelumnya adalah inkonstitusional, maka percepatan Munas yang dulu diperjuangkan sebagai sesuatu yang sah menurut AD/ART partai, sekarang justru merupakan hal yang tidak konstitusional. Dalam kaca mata Hanta Yudha, konflik ini menjadi lucu karena terjadi tukar menukar alasan pembenaran, konstitusionalitas menjadi sangat situasional berdasarkan kepentingan masing-masing actor.

Pengaruh Eksternal

Membaca konflik yang terjadi di Golkar saat ini, sangat naïf jika mengatakan bahwa ini steril dari kepentingan-kepentingan di luar Golkar yang bersimbiosis dengan kepentingan para elit Golkar. Dengan posisi Golkar sebagai pemenang ke dua pada pemilu legislative lalu, Golkar memiliki daya tarik yang sangat luar biasa, karena ini akan sangat menentukan arah dinamika politik, baik itu ditingkat nasional (DPR) maupun di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.

Peristiwa yang terjadi pada kantor DPP antara AMPG Yoris dan AMPG Doli Indra Kurniawan adalah pra kondisi, dimana setelah itu Pak Tedjo Edhy Purdijatno selaku Menkopolhukam yang juga politisi Partai Nasdem melakukan instruksi ke Kepolisian untuk tidak memberikan ijin pelaksanaan Munas Golkar di Bali, tetapi lebih condong ke pelaksanaan Munas bulan Januari 2015 di Jakarta. Selain pernyataan Menkopohukam tersebut yang oleh sebagian pengamat diassosiasikan sebagai perpanjangan tangan kepentingan Koalisi Indonesia Hebat (KIH), respon para politisi dari barisan KMP seperti Fadli Zon (Gerindra) dan Fahri Hamzah (PKS) secara kasat mana merupakan intervensi kepentingan ke internal Partai Golkar.

Sesaat setelah Yorrys Raweyai mengumumkan pengambil alihan DPP Partai Golkar, atas nama presidium penyelemat Partai Golkar mengintruksikan ke Kader Golkar salah satunya untuk tidak mengkritik pemerintah. Pernyataan ini dapat dibaca sebagai upaya untuk menarik Golkar keluar dari KMP dan bermigrasi secara politik ke KIH. Jadi konflik Golkar yang terjadi sekarang ini melalui pertarungan Agung Laksono cs melawan Aburizal Bakri cs adalah perwujudan pertarungan KIH versus KMP.

Reputasi Golkar dipertanyakan

Sebagai sebuah partai besar dengan tradisi yang sangat panjang, konfigurasi konflik Golkar saat ini akan sangat berpengaruh terhadap perjalanan Partai Golkar selanjutnya. Sebagian pengamat dan kader senior Golkar sendiri memprediksi suara Golkar akan semakin menurun dan menjadi partai menengah pada pemilu tahun 2019 jika Golkar tidak mampu mengelola konflik yang terjadi saat ini.

Begitu cairnya proses persaingan antar faksi dalam internal Golkar, seolah sebuah tradisi pada setiap penyelenggaraan Munas, Golkar pasti melahirkan partai baru. Tiga fraksi yang ada di Golkar saat ini adalah fraksi dari partai yang didirikan oleh elit-elit Golkar.

Menarik mencermati seperti apa akhir dari perseteruan elit di internal Partai Golkar. Ke egoan masing-masing kelompok yang berseteru dapat dipastikan akan melahirkan parta baru. Tokoh-tokoh yang tergabung dalam majelis penyelemat partai sudah memastikan bahwa tidak ada lagi islah, dan tetap akan melaksanakan Munas tersendiri pada bulan Januari 2015. Konflik Golkar akan mengalir sampai pecah.

Makassar, 30 November 2014


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun