Jangan entas kemiskinan.
Bill Bejo bin Bejo memang suka ngelantur. "Kalau orang miskin tidak ada, terus orang kaya mau sedekah kemana?"
"Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara negara," kalau tidak ada, terus negara mau pelihara siapa?
"Partainya wong cilik," kalau tidak ada wong cilik. Ini partainya siapa?
Barkowi, teman bicara Bejo, hanya diam, sesekali memandang Bejo. Yang sering, ia memandang kearah gelas kopinya diatas meja. Entah ia mengerti atau tidak pembicaraan Bejo. Atau mungkin ia,"Biarkan saja Bejo berkata apa. Toh Bejo sendiri tidak mengerti apa yang dibicarakannya."
"Wong cilik itu sangat berguna, yaa... ia sangat berguna untuk mendapatkan suara. Sangat bermanfaat 5 tahun sekali."
Barkowi, senyum-senyum menikmati kopi pahitnya. Sepahit hidupnya. Hidup sudah pahit mengapa masih dibikin pahit dengan minum kopi pahit.
Di dinding sebelah pintu depan rumah Barkowi masih menempel sangat lengket stiker "KELUARGA MISKIN" maka selama stiker itu masih menempel di rumahnya, selama itu pula ia diakui sebagai keluarga miskin.
"Mungkin cara mengestaskan kemiskinan adalah dengan cara memasang stiker  "KELUARGA MISKIN" di depan rumah dan selama masih banyak rumah yang tertempel stiker maka...maka...maka dengan mudah kita bisa dengan enteng mengatakan kita telah berhasil menurunkan angka kemiskinan." Bill Bejo bin Bejo semakin ngelantur. Bejo tidak tahu kalau temannya, Barkowi sudah pergi meninggalkannya.
"Keluarga miskin itu cukup kita beri stiker di depan rumahnya "KELUARGA MISKIN?"