Karenanya, sudah lazim, pemimpin partai atau pemilik partai sudah pasti orang-orang yang itu saja, kalaupun seperti orang baru, itu hanya bungkusnya saja.
Ini kita belum berbicara tentang pemilihan Presiden, bahkan di pemilihan Kepala Daerah orang yang terpilih adalah orang yang memiliki kemampuan ekonomi, uang kas dan hubungan keterkaitan dekat secara kekeluargaan dengan pemimpin sebelumnya. Sehingga agendanya juga tidak akan jauh pada pemenuhan kepentingan pribadi dan golongannya.
Kalau sudah seperti ini, semuapost-postpenting akan diisi oleh orang-orang terdekatnya yang tentu bisa menjaga kepentingan dan melanggengkan kekuasaannya.
Dalam praktek politik seperti ini, partisipasi masyarakat/publik sangat kecil sehingga kualitas layanan birokrasi juga sangat rendah.
Sistem ini kemudian berantai pada alokasi proyek pembangunan yang akan diberikan pada orang-orang terdekatnya. Sehingga jangan pernah berharap akan ada sistem check and balance, apalagi supervisi pada proyek yang dilaksanakan tersebut. Dan biasanya korupsi paling besar berada pada post pengadaan barang dan jasa.
Kalau sudah begitu aktor-aktor ini akan mampu mengumpulkan pundi-pundi uang yang cukup untuk membiayai kontestasi politik mereka selanjutnya.
Meskipun masa jabatan mereka sudah habis dan tidak bisa maju lagi (misalnya karena sudah dua kali priode pemerintahan), maka mereka akan mendorong keluarganya untuk maju, alasannya bukan lagi pada prinsip pengabdian pada masyrakat akan tetapi sudah dijadikan lapangan pendapatan.
Makanya tidak heran kalau KPK mampu menjaring 600 koruptor yang mana 146 di antaranya adalah Anggota DPR/DPRD, 19 Gubernur dan 82 Bupati, tinggal Presiden saja yang belum bisa terjaring.
Saya sangat yakin bahwa praktik ini sampai pada pusaran kekuasaan yang paling tinggi, cuma saja besarnya tekanan dan pengaruh politik tidak memberikan celah untuk mengungkapnya.
Ini juga terefleksi dari hasil penelitian CSIS ditahun 2016, di mana 66,4% dari keseluruhan sampel berpendapat bahwa terjadi peningkatan kasus korupsi.
Nah faktor yang seperti inilah yang menyebabkan orang yang muncul diajang pemilihan hanya orang itu-itu saja. Tapi tidak berarti bahwa kita kekurangan orang-orang yang berkualitas.