Luna, dia bagai gadis yang sempurna di mataku. Cantik, pintar, dan juga populer di antara semua siswa sekolah ku.
Yah, aku cukup iri dengan apa yang Luna miliki. Tapi aku ingat satu hal, bahwa 'Sebenarnya, segala hal yang di takdirkan oleh Tuhan maka adalah takdir yang terbaik untuk kita jalani'
Perlahan aku mulai menerima dan menghilangkan rasa iri ku, sampai sebuah kejadian merubah seluruh pandangan ku terhadap Luna.
"Permisi, Zahra. Bisakah kau memberikan ini kepada Gilang pacarku? Lalu, ini ada biskuit susu sebagai rasa terima kasih ku karena kau mau membantuku. Baiklah, terima kasih ya. Aku pergi dulu."
"Ah, apa? Tunggu sebentar. Aku tidak mau memberikannya!"
Tetapi Luna langsung memasuki mobil nya dan pergi tanpa mendengarkan ucapan ku barusan.
Bagaimana ini? Pasti akan terjadi hal buruk jika semua orang di sekolah ini tau bahwa aku membantu mengantarkan surat ini kepada pacar Luna. Pasti mereka akan salah paham. Aduh! aku membatin.
**
"Kak Gavin, bisakah kau kemari sebentar? Ada sesuatu yang dititipkan pacarmu kepadaku" begitu pesan singkat yang ku kirim, dan pesan itu langsung dibaca.
Awalnya aku tidak berharap akan dibaca secepat ini karena aku masih ingin di perpustakaan untuk membaca, tapi ya sudahlah aku akan turun sebentar lalu kembali.