Mohon tunggu...
Asmawatty Lazuardy
Asmawatty Lazuardy Mohon Tunggu... -

Hidup Untuk Disyukuri\r\nHidup Untuk Sukses\r\nHidup Untuk Berbahagia

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

The Rise of True Love... ♥4♥

5 Oktober 2011   09:29 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:18 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Kulihat ada keraguan yang masih lekat membayangi Jasmine. Tapi aku yakin, gadis ini bisa mengatasinya dalam waktu singkat. Air, apalagi dalam kumpulan yang banyak, memang pernah menjadikannya semacam trauma.

“Ayo! C’mon!, “Aku membujuknya dengan tangan mengembang lebar. Bersiap, andainya timbul keberaniannya untuk menceburkan diri.

“Dingin, ngga?, “Tanya Jasmine.

Ragu itu masih lekat, ternyata. Lututnya dipegang kuat-kuat. Padahal tinggal berguling saja, maka tubuh bagusnya itu bisa langsung bergabung denganku di perairan sejuk ini.

“Turunlah, nanti baru kau tahu dingin atau tidak!, “Jawabku mulai tak sabar. Urusan kesabaran memang bukan keahlianku.

“Dalem, ngga?, “Kali ini, sepasang kakinya mulai dibenamkan ke dalam air. Namun tangannya masih mencekal erat tangga besi di buritan kapal.

“Percayakan semuanya kepadaku! Kujamin deh keselamatanmu, oke? Satisfaction guarantee, baby…, “Jawabku lagi dengan gurauan yang cepat kusadari sangat tidak lucu! Apa sih yang barusan kubicarakan? Dan sejak kapan aku bisa melontarkan ‘joke’ yang… it is beyond my style… hihyy! Aku bergidik sendiri dengan kelancangan mulutku ini…

Byurrrr….!!!

Argghhh… Adi-i-i-iitttt… !!!

Buyar keterguguanku seiring melompatnya Jasmine dari kapal. Cepat kuraih tangannya yang menggapai-gapai. Hufss! Nyaris saja…

“Calm down! Easy-easy… yaa, begitu! Jangan panic! Yaa…, rasakan saja kehangatan airnya… Menyenangkan bukan? Good…! Itu baru gadiskkk……, “Aku cepat tersadar untuk segera menutup mulutku sebelum terlepas ucapan itu… ‘itu baru gadisku???’ Gadisku??? Wo-hoy…, mama bisa langsung terbang dari Singapura, atau tersedak kaviar kesukaannya, bila dengar apa yang barusan nyaris kuucapkan.

Jasmine mulai bisa menguasai dirinya.

Kepanikannya merambat hilang. Riak ombak pun turut mendukung ketenangannya. Maka , secara perlahan, kudorong tubuhnya yang lengket di tubuhku. Kalau saja tidak ada baju pelampung oranye yang melekat di tubuh kami masing-masing, aku yakin sekali gesekan-gesekan ini pasti sudah menimbulkan arus pendek sejak tadi!

“Tida-a-akk!! Jangan, jangan lepaskan! Please…, Adi-i-itt…!!, “Jasmine merajuk dengan ketakutan yang tidak dibuat-buat. Pias di wajahnya yang basah kuyup sudah cukup menunjukkannya.

“Kubilang, jangan panik! Cepat, gerak-gerakkan kakimu! Ingat, kau juga pakai baju pelampung! Tidak akan terjadi apa-apa…, Aku berusaha kembali merenggangkan pelukannya yang membuatku sulit bernafas. Dan sebelum sel-sel darahku benar-benar mendidih dibuatnya… Bukan karena kemarahan akan sesuatu, atau…aah, kelelakianku terkadang memang tidak tahu malu !

Tida-a-akk… !! Janga-a-ann ! Awas ya ! Berani kau lepaskan, aku…! Ja-ja…janga-a-ann… Adit…!! Adityaa…!”

Wah, parah nih. Ini tidak bisa diteruskan. Keberaniannya belum cukup memadai untuk terapi kali ini. Atau berenang di laut, mungkin bukan solusi yang tepat ya, untuk kesembuhan mentalnya?

Tubuhnya sudah rapat tertutup handuk dan selimut. Dari balik rambutnya yang tergerai basah, sorot matanya tajam menikamku. Aku tahu terjemahan dari pandangan menghujam itu…

“Jahat...!!”

Peluru itupun keluar dari bibirnya yang masih bergetar. Menggigil kedinginan dan ketakutan yang belum hilang benar. Aku tidak peduli. Toh, aku tidak setega itu melepasnya begitu saja. Sempat kugapai tangannya yang hanya tinggal sejangkauan saja meraih tangga besi di buritan kapal.

“Minum nih, coklat panasmu! Biar tubuhmu semakin lekas menghangat!, “Ujarku sambil menyodorkan secangkir coklat manis hangat yang aromanya sangat menggoda. Masih dengan ketidak-pedulian pada wajahnya yang cemberut hingga pipinya menggembung.

Kularikan kapal secepatnya. Tinggalkan semburat jingga di horizon, jauh di belakang sana. Agar lekas tiba di pondok, sebelum senja semakin mengurungku di tengah samudera. Lalu berbaring nyaman di sudut kamarku yang berlantai kayu. Rebahan sambil mencari tahu, bertumpuk rasa yang selamanya baru pernah kualami. Tidak dengan siapapun… Bahkan tidak dengan Dwika, di masa lalu…

***enough for this afternoon***

Gambar dari sini

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun