Mohon tunggu...
Asmar Oemar Saleh
Asmar Oemar Saleh Mohon Tunggu... -

AOS - lahir di Soppeng, Sulsel, 28 Februari 1958. Alumni Fakultas Hukum UII Jogja (1985),pernah menjabat Deputi III Bidang Penanggulangan Pelanggaran HAM pada Kantor Menteri Negara Urusan HAM RI. Founder Reform Institute.Aktif menulis masalah-masalah hukum, HAM, politik dan sosial di berbagai media massa, antara lain, Kompas, Republika, Sinar Harapan, Media Indonesia, Jurnas, Koran/Majalah Tempo, Gatra, Panji Masyarakat, Humanis, dan lain-lain. Sejak 2007 sampai sekarang menjadi owner dan Managing Partner Asmar Oemar Saleh (AOS) & Partners Law Firm.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Hukuman Ringan untuk Koruptor

15 Oktober 2010   13:12 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:24 527
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 menyebutkan bahwa hukuman mati dapat dijatuhkan antara lain kepada pelaku korupsi saat negara sedang dilanda krisis, saat bencana alam, atau dalam keadaan tertentu.

Cina adalah contoh utama negara yang menerapkan hukuman mati bagi para pelaku kejahatan ekonomi dan korupsi. Kebijakan tersebut diambil setelah terlebih dulu dilakukan pemutihan terhadap semua koruptor yang melakukan korupsi sebelum 1998. Jadi, semua pejabat yang korupsi dianggap bersih. Akan tetapi, begitu ada korupsi sehari sesudah pemutihan tersebut, pejabat itu langsung dijatuhi hukuman mati.

Hasil kebijakan yang super tegas tersebut, banyak kalangan menilai, Cina sekarang menjadi negara bersih.

Namun, hukuman berat saja tidak cukup untuk membunuh korupsi secara masif. Perlu kebijakan pemerintah yang lebih tegas, terpadu, dan konfrontatif terhadap koruptor. Contoh negara-negara yang sukses memberantas korupsi bisa kita jadi rujukan.

Di Hongkong, Independent Commission Against Corruption (ICAC) dapat menangkap, menggeledah, menyita tanpa surat perintah, membekukan harta, serta menyita dokumen atau paspor tersangka korupsi. Ini bukan hanya menutup jalan koruptor untuk melarikan diri ke luar negeri, tapi juga membuatnya terhukum secara ekonomi.

Di Singapura, terdapat Corruption Practices Investigation Bureau (CPIB) yang bertugas menerima pengaduan masyarakat dan berhak melakukan investigasi terhadap praktik-praktik korupsi, baik di sektor publik maupun swasta. CPIB juga berwenang melakukan investigasi terhadap para pejabat pemerintah yang dicurigai melakukan pelanggaran dan penyimpangan.

Bahkan, CPIB diberi wewenang meninjau ulang prosedur administrasi di lembaga-lembaga pemerintah untuk menghindari praktik korupsi. Dan, komisi ini bekerja efektif karena memperoleh dukungan politik penuh dari pemerintah.

Hasilnya, Hongkong dan Singapura menjadi contoh negara yang menempati peringkat teratas paling bersih di Asia, bahkan di dunia.

Hukuman berat sangatlah penting untuk memunculkan efek jera dan ketakutan. Tapi, sanksi yang berat itu haruslah didukung oleh sangsi administratif dan perdata. Hal itu mestilah satu rangkaian dengan keinginan kuat pemerintah memberantas korupsi, dengan mengeluarkan kebijakan-kebijakan preventif yang terpadu disertai reformasi birokrasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun