Mohon tunggu...
Asmari Rahman
Asmari Rahman Mohon Tunggu... Administrasi - Lahir di Bagansiapi-api 8 Okt 1961

MEMBACA sebanyak mungkin, MENULIS seperlunya

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Remisi Untuk Koruptor

16 Maret 2015   22:03 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:33 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari-hari terakhir ini ruang kita dipenuhi oleh wacana pemberian Remisi untuk koruptor, Menkum HAM berkutat soal hak seorang narapidana yang harus diberikan secara tidak pandang bulu, siapapun dia selagi menjadi napi berkelakuan baik harus mendapatkan remisi, termasuk diantaranya para koruptor.

Bicara soal hak, Menkum HAM boleh jadi benar, sejahat apapun seseorang itu hak hukumnya harus dihargai, kejahatan yang dilakukannya tidak menghapus haknya sebagai seorang warga negara. Tapi kalau bicara soal rasa keadilan, tunggu dulu, hukum itu ditegakkan bukan sebatas apa yang tertulis dalam kitab, tetapi juga meliputi apa yang tersirat dihati masyarakat, yang didalamnya terkandung nilai yang disebut dengan nurani.

Korupsi itu kejahatan luar biasa, ditangani secara luar biasa pula, koruptor tidak sama dengan pelaku tindak pidana umum, tetapi masuk dalam kelompok pidana khusus dan ditangani secara khusus. Sakingkan khususnya, dibentuklah KPK sebagai badan ad hock yang secara khusus bekerja  menangani perkaranya, lengkap dengan pengadilan Tipikornya.

Korupsi memerlukan kerja ekstra  keras dari para penegak hukum, mulai dari pencegahan sampai pada upaya pemberantasan, dengan harapan ruang gerak pelakunya menjadi sempit dan bila terbukti bersalah dihukum dengan seberat-beratnya diserta denda yang sebesar-besarnya.

Seluruh rakyat negeri ini sepakat, bahwa koruptor adalah musuh bersama, musuh bangsa secara keseluruhan, dampak dari kejahatannya menyengsarakan rakyat dalam kurun waktu yang panjang, menjauhkan rakyat dari cita-cita bangsa yang ingin hidup makmur dan sejahtera.

Justeru itulah, perlakuan terhadap koruptor tidak bisa disamakan dengan pelaku tindak pidana lainnya, haknya sebagai seorang narapidana juga harus dibedakan. Harus ada diskriminasi agar para koruptor itu tau betapa bangsa ini tidak menginginkan kehadiran mereka.

Mereka mengeruk keuntungan pribadi dengan cara menyalahgunakan wewenang, memperkaya diri sendiri sehingga orang lain menjadi miskin, hidup hedonis ditengah rakyat yang sulit mencari sesuap nasi.

Beton bertulang mereka sulap menjadi besi bersilang sehingga jembatan yang mereka bangun roboh sebelum waktunya lalu menelan korban jiwa. Adukan pasir dan campuran semen bangunan mereka kurangi takarannya, sehingga berlaku pribahasa tak ada gedung yang tak retak.

Para koruptor ini berlindung dibalik jubah jabatannya, sambil bercuap-cuap demi kepentingan rakyat ternyata kerjanya menghisap darah rakyat, bermobil mewah dan tinggal dirumah yang dibiayai negara tetapi kerjanya hanya memperkaya diri mereka sendiri, sehingga bangsa ini berjalan terseok-seok hidup dalam kemiskinan ditengah-tengah kekayaan sumber daya alam yang dimilikinya.

Kebencian publik terhadap para koruptor semakin menjadi-jadi, manakala mereka tampil membela diri dipersidangan, mengaku tak bersalah dan menganggap diri sebagai korban, berbicara didepan media dengan senyum-senyum tanpa sedikitpun merasa berdosa, dan tidak pernah meminta maaf secara terbuka kepada khalayak ramai.

Maka ketika seorang pejabat negara setingkat menteri bicara soal remisi dan pembebasan bersyarat untuk koruptor, rakyat merasa kecewa, katanya preiden berkomitmen untuk memberantas korupsi, tapi menterinya malah kasak kusuk ingin memberikan remisi, sebuah wacana yang sangat kontradiksi dan bertentangan dengan keinginan rakyat. Presiden dan menterinya seakan – akan sedang tampil dalam satu panggung sandiwara yang tidak layak untuk dipentaskan.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun