Mohon tunggu...
Asmari Rahman
Asmari Rahman Mohon Tunggu... Administrasi - Lahir di Bagansiapi-api 8 Okt 1961

MEMBACA sebanyak mungkin, MENULIS seperlunya

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Masih Perlukah Sidang Itsbat?

28 Juni 2014   03:22 Diperbarui: 18 Juni 2015   08:30 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap tahun menjelang masuk bulan Ramadlan Kementerian Agama melakukan sidang Itsbat, sidang yang diikuti oleh para pakar, ahli rukyat, dan ahli astronomi yang menguasai ilmu falk , ditambah  dengan 40 Ormas Islam. Untuk kepentingan tersebut pada tahun ini Kementerian Agama mengucurkan dana lebih kurang sebesar 100 Juta rupiah.

Penyelenggaraan sidang ini dimaksudkan untuk mendengar laporan hasil rukyat yang dilakukan diberbagai tempat sebagai dasar bagi pemerintah untuk menentukan tanggal 1 Ramadlan sebagai awal dimulainya ibadah puasa bagi ummat Islam, dengan keputusan itu pelaksanaan ibadah puasa memiliki landasan hukum yang kuat dan bisa dimulai secara serentak.

Namun kenyataannya, hasil sidang Itsbat tidak mengikat umat secara keseluruhan. Meskipun Majelis ulama sudah mengeluarkan fatwa bahwa umat Islam Indonesia wajib mengikuti penetapan pemerintah terkait penentuan awal bulan qomariah. Namun Fatwa MUI itu tidak bertaji dan tetap saja ada pihak yang berbeda dengan pemerintah dalam penentuan awal Ramadlan. Atas perbedaan itupun  Pemerintah hanya bisa menghimbau agar ummat saling menghormati keputusan yang berbeda itu.

Perbedaan sikap dalam penentuan awal Ramadlan itu timbul akibat belum adanya kesepakatan tentang definisi hilal  (tentang derjat keberadaannya). Upaya pemerintah dalam mencari titik temu dan kesatuan kriteria tunggal dalam penentuan Hilal itulah yang ingin diwujudkan dalam sidang Itsbat, tapi pandangan yang berbeda itu belum berhasil disatukan,  teterutama bagi mereka yang menentukan awal Ramadlan tidak semata-mata hanya menggunakan Rukyat (melihat Hilal), tetapi juga memakai hisab (perhitungan).

Sistem Hisab ini sering dilakukan oleh warga Muhammadiyah sebagai alternatif dalam penentuan awal Ramadlan, sehingga tanpa perlu kasak kusuk mengumpulkan orang dalam rapat dan dengan tidak mengeluarkan biaya yang banyak, Muhammadiyah dapat menetapkan 1 Ramadlan jauh sebelum pemerintah melakukan sidang Itsbat.

Perbedaan dalam penentuan awal Ramadlan ini adalah hikmah bagi orang mau berpikir secara jernih, namun tidak tertutup kemungkinan juga menjadi sesuatu yang membingungkan bagi kalangan awam. Disatu sisi MUI sudah mengeluarkan Fatwa wajib kepada ummat, disisi lain ummat dihimbau agar menghargai perbedaan, dua hal yang bertolak belakang inilah yang menimbulkan kebingungan itu.

Jika sidang Itsbat sampai hari ini belum berhasil merumuskan definisi Hilal, tentang berapa derjat keberadaannya yang bisa diterima, maka sidang Itsbat tentu tidak akan pernah bisa menyatukan pendapat dalam penentuan awal Ramadlan, masih saja terbuka kemungkinan berbeda, tergantung pada penafsiran masing masing tentang adanya Hilal. Jika sudah demikian adanya apakah sidang Itsbat itu masih diperlukan ?

Jika sidang Itsbat ditiadakan, pemerintah  dan MUI bisa saja menempuh cara lain dalam penentuan awal Ramadlan, salah satunya yang paling simpel adalah dengan menghubungi kedutaan RI di Jeddah. Kepada Dubes bisa ditanyakan langsung kapan  Arab Saudi mulai berpuasa, menurut saya keputusan pemerintah Arab Saudi tentang awal bulan Qomariah jauh lebih akurat dari keputusan yang kita ambil dalam sidang Itsbat

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun