Sesungguhnya Kamu sudah tidak layak lagi menyebut dirimu sebagai Partai Persatuan, karena tubuhmu sudah tidak utuh lagi tetapi sudah  terbelah dua. Sesama penghuni rumahmu sendiri sudah terjadi perpecahan. Selayaknya kamu memikirkan nama persatuan yang kamu sandang, agar kesatuan pemikiran dan kesadaran akan perlunya bersatu dalam tubuh partai itu penting.
Berbeda pandangan dan pemikiran  dalam satu partai itu sah-sah saja, sepanjang letupannya tidak kedengaran berbunyi keluar. Sesama pengurus partai boleh saja baku hantam dan bersitegang urat leher, asalkan dihadapan publik tau etika dan adab sopan santun, artinya pertikaian dalam satu partai jangan sampai ada orang luar yang tau, bila perlu isteri dirumahpun tidak boleh mendengarnya.
Kamu sudah tak layak lagi menyebut dirimu sebagai Partai Persatuan, apalagi dengan menambah kata Pembangunan diujung nama partai mu, tentu akan lebih memberatkan lagi beban dipundakmu, karena pembangunan umat dan negara ini harus dipikul secara bersama, bukan untuk dirusuhkan beramai-ramai sehingga mengundang negara campur tangan menyelesaikan urusanmu.
Bagaimana mungkin kamu bisa membangun ummat dan bangsa ini, sementara urusan rumah tanggamu sendiri berkecai-kecai bak kaca terantuk ketembok. Dengan memakai rumus apapun kamu tidak akan pernah membangun kekuatan, karena tubuhmu sendiri lemah dan terkulai layu akibat pertikaian diantara sesama temanmu.
Kamu tidak layak menyebut Islam sebagai asasmu, karena Islam tidak membenarkan adanya perseteruan diantara sesama ummat, apalagi pertikaian  sesama pengurus ummat, terlebih –lebih lagi jika pertikaian itu terjadi karena perebutan kursi. Sungguh menyimpang dari garis yang ditentukan oleh Islam yang mengajarkan bahwa kursi pemimpin itu bukan untuk diperebutkan. Islam tidak memandang jabatan pemimpin itu sebagai penguasa, tetapi sebagai amanah yang harus dipertanggungjawabkan. Oleh karenanya kepemimpinan itu diserahkan kepada yang patut atas dasar keputusan musyawarah.
Kamu seharusnya tidak lagi memakai ka’bah sebagai lambang partaimu, karena sesungguhnya ka’bah itu merupakan kiblat bagi ummat Islam, yang didalamnya terkandung makna kesatuan dan persatuan. Jika perpecahan ditubuh partai masih berlanjut kader dan ummat ditingkat bawah akan kebingungan, partai ka’bah yang mana satu yang mau diikut, sementara pemahaman awam selama ini ka’bah itu hanya ada satu.
Kamu sudah tidak pantas lagi menyebut partaimu sebagai rumah besar ummat Islam, karena didalam rumahmu sendiri sudah terkotak-kotak, penghuninya berkubu-kubu, masing-masing kubu menghuni kotaknya sendiri dan dipimpin oleh kepala suku yang berbeda. Kamu lebih layak disebut sebagai perahu tua yang dikendalikan oleh dua nakhoda, berlayar dicelah hempasan ombak menuju tumpukan karang yang menakutkan.
Jika Partai mu masih ingin dicintai oleh ummat, masih berharap dipercayai sebagai Partai persatuan Pembangunan, yang berasakan Islam dan berlambang ka’bah, maka mau tidak mau segala sesuatu yang sudah terjadi selama ini harus diperbaiki. Perseteruan ditingkat elite harus ditarik kemeja perundingan. Dibicarakan secara santun dan berunding dengan baik sebagaimana yang telah digariskan oleh Islam.
Sekat-sekat pembatas dirumahmu harus dibuka, tidak ada lagi dinding pembatas antara kubu yang satu dengan yang lain, sehingga dia menjadi sebuah rumah besar tempat Ummat menitipkan harapannya.
Semoga !
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H