Yang kasiannya adalah kalangan awam, yang menafsirkan Islam Nusantara itu sebagai ajaran Islam yang di “Nusantara” kan, ini sangat berbahaya. Maknanya akan berubah menjadi Islam yang dianut dengan tata cara yang berlaku di Nusantara. Bisa jadi nanti untuk kesatuan ummat Islam diseluruh Nusantara kiblat sholatnya ke Istana Negara. Jenazah tidak dikafankan lagi dengan kain putih karena bisa dianggap menderai dwi warna bendera Nusantara lalu diganti dengan kain batik, produksi dalam negeri.
Jadi, diperlukan kehati-hatian untuk memberi label terhadap Islam, dan dari pada menimbulkan debat panjang yang melelahkan alangkah baiknya istilah-istilah itu ditiadakan. Jika ingin membangun peradaban Islam dan menjadikan ummat Islam Indonesia ini mencintai ajaran agamanya maka lebih baik dibuat kajian-kajian yang bersumber dari Alqur’an dan Hadits.
Tidak perlu memberi label Nuantara, Liberal, Kosmopolitan dan lain sebagainya, cukup menggali sumbernya dari kitab tersebut diatas, dan sesungguhnya Islam yang seperti inilah yang diajarkan oleh para ulama dan guru-guru pada masa lalu, mereka menyebarkan agama Islam sehingga tumbuh menjadi Rahmatan Lil’alamin, persis seperti apa yang diajarkan oleh guru kami Ustadz Karim.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H