Kongres Partai Demokrat akan berlangsung pada bulan Mei mendatang, sebagaimana tradisi Partai Politik dan Ormas dinegeri ini bila melangsungkan helat nasional entah itu namanya Munas, Muktamar, atau Kongres maka agenda pokok yang paling hangat dibicarakan adalah pemilihan ketua umum, agenda lain biarlah menjadi urusan ke enambelas.
Prihal ketua umum ini biasanya jauh sebelum pelaksanaan Kongres sudah menjadi pembicaraan hangat dikalangan internal partai. Ada langkah-langkah untuk mengusung, mendukung dan meminta dukungan. Begitu juga halnya dengan Partai Demokrat, jauh-jauh hari sudah menyebut nama SBY sebagai calon terkuatnya, bahkan menurut Ruhut, dukungan buat SBY sudah bulat, hampir 90 %.
Dengan dukungan yang bulat itu SBY hampir dipastikan akan terpilih kembali. Tidak ada tokoh dalam tubuh Partai Demokrat yang bisa menyainginya, nama-nama seperti Marzuki Alie dan Pasek Suardhika harus tau diri, mereka itu tidak ada apa-apanya dibanding nama besar SBY.
SBY dianggap memiliki daya rekat yang kuat sehingga mampu menjaga keutuhan partai dari pertikaian seperti yang dialami oleh Golkar dan PPP. Diyakini juga bahwa SBY akan mampu mengembalikan kejayaan PD seperti masa silam, meskipun perolehan suara PD menurun tajam sewaktu dipimpin oleh SBY.
Kuatnya dukungan terhadap SBY membuat mantan presiden ini menjadi serba salah, PD seolah mengalami krisis kepemimpinan. Seperti tidak ada lagi pilihan lain kecuali SBY sendiri, kalaupun ada paling Edi Baskoro, Ani Yudhoyono atau Pramono Edhi yang tak lain adalah keluarga Cikeas, padahal dalam beberapa kesempatan SBY menyampaikan keinginannya agar Partai Demokrat menjadi partai modern yang tidak tergantung pada satu orang dirinya saja.
SBY terpilih menjadi ketua dalam kongres luar biasa pada akhir Maret 2013 yang lalu, menggantikan Annas Urbaningrum yang tersangkut perkara di KPK. Waktu itu dia harus menerima jabatan itu karena situasinya amat sulit. PD sedang mengalami terpaan badai kasus korupsi yang melibatkan elite partainya. Langkah penyelamatan Partai harus dilakukan dan satu-satunya pilihan hanyalah SBY.
Dalam pidatonya saat itu beliau mengisyaratkan bahwa dirinya menjadi ketua partai hanya untuk waktu terbatas. “Jabatan ketua umum ini sifatnya benar-benar sementara dalam proses penyelamatan dan konsolidasi partai. Waktunya paling lama 2 tahun,” ujar SBY waktu itu.
“Dari dulu, saya tidak berniat menjadi ketua umum, rasanya lebih tepat jika saya tetap menjadi ketua dewan pembina,” ujarnya SBY lebih lanjut.
Sekarang tenggat waktu yang diminta SBY itu sudah lewat, apakah dalam masa dua tahun kepemimpinannya itu, beliau sudah mempersiapkan dirinya untuk turun dan telah pula mempersiapkan beberapa calon penggantinya ?
Jika SBY Konsisten dengan apa yang pernah diucapkannya, maka dia akan menolak untuk dicalonkan kembali. Jika SBY memang tidak berniat menjadi Dewa Partai yang bercokol untuk selamanya, maka dapat dipastikan dia sudah mempersiapkan kader penggantinya, sehingga PD tidak lagi tergantung pada seorang figur, tetapi memiliki kader militan untuk menjadi pemimpin dimasa depan.
Sekarang, perhatian publik tertuju kepada SBY, apakah dia tetap bertahan dikursi ketua umum seperti yang diinginkan oleh kader partainya, atau dengan tegas mengatakan tidak. Jika dia memilih bertahan, berarti SBY menutup peluang bagi yang lain untuk maju, sebab tidak ada kader PD yang mampu menyainginya. Sikap itu sangat bertentangan dengan cita-citanya untuk menjadikan Demokrat sebagai partai modern.
SBY pasti sudah maklum bahwa partai bukanlah tempat bagi orang yang ingin menjadikan dirinya sebagai DEWA, tetapi merupakan tempat menempa kader yang akan melahirkan pemimpin bangsa dimasa mendatang. Justeru itulah kiranya Kongres Partai Demokrat yang akan datang merupakan ujian bagi SBY, apakah dia benar-benar seorang Demokrat tulen yang konsisten dengan pendiriannya, atau larut dalam punjian dan sanjungan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H