Mohon tunggu...
Asmari Rahman
Asmari Rahman Mohon Tunggu... Administrasi - Lahir di Bagansiapi-api 8 Okt 1961

MEMBACA sebanyak mungkin, MENULIS seperlunya

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jokowi, Minim Pengalaman...

4 Februari 2014   03:06 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:11 1945
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menurut Ramadhan Pohan, Jokowi belum pantas dicalonkan sebagai presiden, dia belum matang, dan belum berpengalaman. Kalah bila dibandingkan dengan Dahlan Iskan dan Gita Wirjawan. “Bandingkan dengan Gita Wirjawan dan Dahlan Iskan, Jokowi kalah komplet pengalaman dan kiprahnya ”  ujar wasekjen Partai Demokrat itu.

Apa yang diungkapkan oleh Wakil ketua komisi I DPR itu barangkali ada benarnya, Jokowi masih muda, jauh lebih muda dibanding Dahlan Iskan.  Sebelum jadi walikota Surakarta dia hanyalah seorang pengusaha Mebel, sementara Dahlan pemilik media yang jaringannya menggurita dipelsok negeri ini.

Seorang Gita Wirjawan, sudah pernah duduk dikabinet, sementara Jokowi belum. Meskipun selama menjadi ketua umum PBSI prestasi bulutangkis kita belum memenuhi harapan rakyat, tetap saja dia disebut pernah memimpin ornganisasi berskala nasional, sementara pengalaman Jokowi hanya blusukan mengurus bencana banjir.

Namun Pohan lupa bahwa sehebat apapun seorang tokoh dan calon pemimpin saat ini tidak akan pernah mampu menggoyahkan pikiran rakyat. Dahlan dan Gita boleh tampil sebagai orang pintar dan berpengalaman ditingkat nasional, tetapi rakyat tidak terlalu memandang pada keunggulannya. Rakyat tidak terlalu ambil pusing apakah caln pemimpinna itu berpengalaman atau belum, yang diinginkan rakyat adalah pemimpin yang mau memikirkan nasibnya.

Sudah terlalu banyak orang pintar dan berpengalaman yang diberi kesempatan mengurus negeri ini, tapi tidak mampu meningkatkan taraf hidup rakyat menjadi lebih sejahtera. Sebaliknya yang terjadi adalah antrean panjang menuju pengadilan Tipikor. Orang-orang pintar yang berada dilingkaran kekuasaan bukannya memikirkan nasib rakyat, tetapi berusaha memperkaya dirinya sendiri dengan menilap uang rakyat.

Sebut saja Nazaruddin, orang pintar dan ganteng yang satu ini dipercaya memegang jabatan sebagai bendahara sebuah partai besar, duduk di DPR sebagai wakil rakyat, ujung-ujungnya ditangkap oleh KPK.

Ada pula sicantik jelita Angelina Sondakh, mantan puteri Indonesia yang pandai bersolek dan pintar berbicara dengan kata-kata masinya, selalu terngiang ditelinga publik saat dia tampil dilayar kaca televisi sambil berujar “Katakan Tidak pada Korupsi”, wal hasil bil husal kini meringkuk dibalik terali besi, karena realitanya dia tidak menolak untuk melakukan korupsi.

Kemudian menyusul pula Andi Alpian Malarangeng, pendidikannya jauh melambung diatas Jokowi, dia bergelar Doktor, punya segudang pengalaman dipemerintahan, mulai dari juru bicara presiden hingga sampai menjadi menteri kabinet, namun tak tahan godaan, dia terjerembab dalam kasus Hambalang.

Langkah Andi diikuti pula oleh Anas Urbaningrum, politikus santun yang pernah berjanji siap digantung di Tugu Monas ini menambah daftar orang pindar dan berpengalaman yang digaruk oleh KPK, bahkan mungkin dibelakang Anas masih akan disusul lagi oleh beberapa orang-orang yang pintarnya hanya untuk membohongi rakyat.

Jokowi hari ini mungkin keluar masuk selokan, terkadang baju dan celananya basah kehujanan dan kaus kakinya terendam banjir, namun dimata rakyat, itu jauh lebih baik dari pada terjerembab masuk kedalam bui akibat terlalu pintar memelintir anggaran negara.

Pintar dan pengalaman seorang calon pemimpin memang sangat dibutuhkan, tetapi jauh lebih penting dari itu adalah sikap dan prilakunya. Justeru itulah barangkali elektabilitas Jokowi jauh diatas rata-rata calon pemimpin yang lainnya, karena rakyat hari ini sudah tidak percaya lagi dengan orang yang pintarnya hanya membodoh-bodohi rakyat.

Jokowi yang mungkin sadar akan ketidakpintarannya itu sampai hari ini belum pernah menyatakan keinginannya untuk menjadi calon presiden, hanya rakyat yang menginginkannya jadi presiden, setiap kali ditanya wartawan dia menjawab dengan kalimat pendek “Ngga mikir.”  Singkat dan tegas.

Sementara itu Dahlan Iskan dan Gita Wirjawan yang hari ini bercucuran keringat mengikuti konvensi calon presiden dari Partai Demokrat, belum tentu bisa mencalonkan diri sebagai capres. Elektabilitas PD yang kian hari makin merosot membuat nasib pencalonan mereka jadi terancam batal.

Hasil survey berbagai lembaga mencatat ditahun lalu elektabilitas PD masih diatas 7 % , sedangkan survey terakhir sudah dibawah angka 5 %, jika merosot terus sampai saat Pemilu, maka bukan tidak mungkin Pemilu yang akan datang ini merupakan “Pemilu terakhir” bagi Partai Demokrat, jangankan untuk mengajukan calon presiden,  masuk ke Senayan saja belum tentu bisa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun