Mohon tunggu...
Asmari Rahman
Asmari Rahman Mohon Tunggu... Administrasi - Lahir di Bagansiapi-api 8 Okt 1961

MEMBACA sebanyak mungkin, MENULIS seperlunya

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Koalisi dan Politik Dagang Sapi

19 April 2014   05:34 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:29 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Penghitungan suara hasil pemilu belum usai dilakukan, tapi elite politik sudah sibuk mengatur langkah untuk membangun koalisi antar partai, inilah konsekwensi dari tidak adanya partai yang  meraih suara mayoritas dalam sebuah pemilu.

Koalisi memang menjadi suatu pilihan  untuk membangun kekuatan dalam menghadapi pertarungan selanjutnya dipilpres Juli mendatang. Tanpa berkoalisi mustahil sebuah Partai dapat mengajukan capres, dan harus siap menjadi partai oposisi, sebuah kondisi yang tidak terlalu diinginkan oleh partai politik dinegeri ini.

Bagaimana bentuk bangunan koalisi itu tidak diatur oleh undang-undang, mau  berkoalisi dengan siapa atau bagaimana bentuk koalisinya terserah pada kesepakatan antar partai yang akan berkoalisi. Setelah pilpres usai koalisinya mau bubar juga tidak masalah, atau sesama partai dalam koalisi mau berantam dan berseberangan sikap juga hal yang biasa.

Bangun koalisi yang pernah ada dinegeri ini terkesan rapuh dan tak pernah kokoh sampai akhir masa pemerintahan. Tidak jarang terdengar suara sumbang dan saling berbantahan diantara sesama partai koalisi dan  ini adalah buah dari bangunan koalisi yang lahir dari sikap politik transaksional yang tidak memiliki konsep yang kuat dan jelas.

Koalisi yang seyogyanya dibangun atas dasar kesamaan sikap dan pandangan partai dalam mencapai cita-cita berbangsa dan bernegara melenceng jadi ajang tawar menawar. Tak ubahnya  seperti transaksi jual beli dipasar, dan inilah yang disebut dengan politik dagang Sapi.

Yang paling sering kita dengar adalah tawaran berkoalisi dari partai sekaligus menyebutkan nama kader atau ketua partainya menjadi calon Wapres. Yang selalu mengemuka dalam pembicaraan tingkat pimpinan Partai adalah soal siapa mendapat apa, atau usai pilpres nanti berapa jatah kursi kabinet untuk kader partainya.

Deal-deal politik seperti ini seharusnya tidak ada jika memang Partai Politik mau bersikap bijak dan berpikir secara dewasa. Koalisi seharusnya dibangun dengan konsep yang jelas dan kuat mengenai bagaimana menjalankan pemerintahan yang diinginkan oleh rakyat.

Rakyat sungguh sudah muak dengan tontonan lakon sandiwara para tokoh partai yang hilir mudik berbicara soal koalisi yang ujung-ujungnya meminta jatah kursi dalam kekuasaan. Sikap politisi yang seperti ini tidak akan pernah mampu memperbaiki nasib rakyat, tetapi melahirkan politisi yang haus kekuasaan.

Rakyat berpengharapan Pemilihan umum yang dilaksanakan dengan biaya triliunan rupiah itu mampu melahirkan wakil rakyat dan pemimpin bangsa yang akan membawa negeri ini menjadi lebih baik. Jika hasilnya seperti sekarang ini untuk apa Pemilu, lebih baik anggaran sebesar itu digunakan untuk membuat jembatan Selat Sunda.

Jika sikap para politisi ini masih terus berlanjut, maka yang terjadi saat ini bukanlah koalisi antar partai untuk kepentingan bangsa dan negara, tetapi melenceng jadi gulai asam pedas dalam kuali besi, dimana masing-masing komponen bumbunya seperti Asam, Garam dan Cabe berebut menjejal indera perasa kita, meskipun enak dicicipi tetapi tidak mampu membuat perut rakyat menjadi kenyang dalam waktu lama.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun