Mohon tunggu...
Asmari Rahman
Asmari Rahman Mohon Tunggu... Administrasi - Lahir di Bagansiapi-api 8 Okt 1961

MEMBACA sebanyak mungkin, MENULIS seperlunya

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Peringatan Keras untuk Presiden

14 Januari 2015   08:15 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:11 715
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jokowi, sejak menjadi walikota Surakarta, hingga dilantik sebagai presiden dikenal sebagai pejabat yang bersih, justeru itulah barangkali dia mau para pembantunya juga bersih dari masalah hukum. Diawal masa pemerintahannya dia terkesan sangat hati-hati dalam menentukan anggota kabinetnya, dengan melibatkan  KPK dan PPATK sebagai filter penyaring agar nama yang tercela tidak terlanjur dilantik menjadi menteri.

Sikap Presiden yang sedemikian rupa mengundang decak kagum dari publik, dan mendapat acungan jempol dari berbagai pihak.  Meskipun terkesan lambat dalam menyusun kabinet tetapi memuaskan hati rakyat karena isi kabinetnya terbebas dari orang-orang yang cacat hukum.

Apa yang dilakukan oleh Jokowi diawal masa pemerintahannya telah menumbuhkan harapan baru untuk negeri ini, yakni harapan akan penyelenggara negara yang bersih dari perbuatan melanggar hukum.

Namun harapan yang tumbuh dengan suburnya itu tiba-tiba menguncup ketika nama Budi Gunawan dimunculkan sebagai calon pengganti Kapolri. Publik yang awalnya berdecak kagum menjadi cemas karena calon pengganti Kapolri itu dulunya pernah dihebohkan sebagai pemilik rekening gendut. Dan konon kabarnya nama Budi Gunawan juga sudah pernah diusulkan Jokowi untuk menjadi menteri dalam kabinetnya, tetapi batal dipilih karena mendapat tanda MERAH dari KPK.

Apa gerangan yang menjadi pertimbangan presiden dalam melakukan pergantian Kapolri saat ini, masa tugas Sutarman sebagai jenderal polisi masih ada hingga Oktober mendatang. Seharusnya Sutarman diberi kesempatan untuk memasuki masa pensiunnya secara terhormat sebagai seorang Kapolri, bukan diturunkan ditengah jalan dan disuruh duduk mengantuk di Mabes menunggu masa pensiun tiba.  Kalaupun Sutarman harus dicopot saat ini, tentu penggantinya harus lebih baik dan tidak punya catatan buram dari KPK.

Pertimbangan apa pula yang membuat presiden kembali mengajukan nama Budi sebagai calon tunggal Kapolri. Faktor apa yang mendorong beliau melakukan hal ini sehingga melenceng dari komitmen awalnya, apakah sikap bersih-bersih yang ditunjukan oleh presiden hanyalah pemanis bibir penyedap bual saja, atau ada kekuatan lain yang mendorong beliau sehingga menjadi ceroboh dalam bertindak ?

Presiden dianggap ceroboh karena telah mengabaikan sanggahan dan kritikan dari berbagai pihak. Tanpa memperhatikan suara-suara yang menolak Budi sebagai Kapolri, presiden langsung mengirim surat ke Senayan, dan sebagian besar wakil rakyat mendukung kebijakan presiden tersebut, sampai akhirnya KPK menentukan sikap dengan menetapkan Budi sebagai tersangka.

Penetapan Status tersangka terhadap Budi Gunawan ini merupakan lonceng peringatan buat presiden, semoga beliau sadar bahwa dinegeri ini masih ada KPK yang siap menjadikan Hukum sebagai Panglima.

Bravo KPK,

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun