Mohon tunggu...
Asma Nadia
Asma Nadia Mohon Tunggu... -

Writer of 46 books (Ummi, Emak Ingin Naik Haji ,Rumah Tanpa Jendela etc), Mother of 2 young writers, Publisher, Traveler, Motivator www.tokoasmanadia.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Orang Tua Profesional

11 Juni 2012   06:39 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:07 500
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Wajahnya selalu cerah. Kata-katanya lantang dan bersemangat. Sementara senyuman  tak pernah  lupa  tersungging.  Ya, memandang   perempuan    ramah  yang   dekat dan  disukai anak-anak itu,   selalu mengalirkan keriangan.  Sungguh sesuai dengan profesinya sebagai guru taman bermain, pikir saya.

Tetapi keluhan sang suami suatu hari, mengantar saya pada cerita berbeda.

“Saya tidak mengerti kenapa ia begitu mudah marah. Kasihan anak-anak yang tertekan karena sikap kasar ibunya. “

Hingga suatu kali saat  pasangan tersebut bertengkar hebat,  terlontar kalimat lelaki itu,

“Berapa gaji ibu sebagai guru taman bermain? Berapapun,  saya akan bayar agar Ibu bisa riang di rumah,  dan disukai anak-anak!”

Kalimat terakhir memukul batin sang istri, dan membawanya pada sebuah dialog panjang ketika kami akhirnya bertemu.

Berbagai persoalan dan beban hidup, kelelahan serta  banyak hal telah menguras energi perempuan itu seolah tak bersisa, hingga ‘kenyamanan’ bagai menguap saat anak-anak berhadapan dengannya.

Fenomena serupa cukup banyak terjadi di masyarakat. Saya pun tak bersih dari kekhilafan itu. Orang tua yang sanggup bersikap profesional  dalam profesinya,  namun justru   gagal  saat berhadapan dengan anak-anaknya sendiri.

Seorang customer service tak pernah kehabisan senyum. Bahkan ketika berhadapan dengan pelanggan yang paling menyebalkan, ia akan berjuang untuk tetap menjaga kata-kata dan sikap sebagaimana layaknya seorang profesional.

Seorang entertainer sejati (penyanyi, pemain musik, komedian, dll) walaupun sedang mengalami tekanan perasaan, akan tetap memberikan pertunjukkan terbaik bagi audiens atau  penggemarnya.

Bersikap profesional bukan sekedar menjalankan tugas. Saat ini istilah profesional sering dikaitkan dengan uang.  Padahal yang membedakannya bukan terletak pada soal menerima imbalan materi atau tidak, tapi apakah hal itu diwujudkan  -dalam bahasa sederhana-  dengan tindakan dan juga dengan hati.

Lalu bagaimana  membawa profesionalitas ini dalam kewajiban sebagai orang tua? Sudahkah kita menjadi orang tua yang sekalipun tidak mendapatkan bayaran secara materi, namun bersikap profesional?

Diam-diam saya mulai berhitung, berapa kali saya marah dalam   sehari atau sepekan. Orang tua profesional  bukan mereka yang tidak pernah marah, namun mengerti   kapan harus menunjukkan sikap tegas. Bukan semata-mata  karena  dorongan emosi, melainkan ketika  marah-dengan proporsi yang tepat- memang diperlukan sebagai  pembelajaran.

Orang tua yang profesional tidak akan marah karena terbebani  banyaknya pekerjaan  kantor, dan kesal karena menganggap orang rumah tidak bersikap toleransi, lalu dengan mudah menemukan alasan untuk meluapkannya.

Sebaliknya   ayah bunda    profesional akan bersikap tegas dan berbuat semestinya, saat anak melakukan tindakan yang dianggap kriminal atau melanggar norma sosial lainnya. Sebab tindak kriminal -sekecil apa pun- jelas memiliki konsekuensi hukum.

Menjadi orang tua profesional, berarti bersikap dan memberikan respons sebagaimana kebutuhan anak. Sekalipun ayah atau ibu memiliki karakter yang cenderung pasif, namun  saat berhadapan dengan balita yang membutuhkan ekspresivitas maka orang tua akan mencari cara untuk bersikap ekspresif.

Profesional sebagai orang tua juga berarti selalu siap mendengar, berkomentar dan mengapresiasi. Siap memberikan respons positif  yang   membangun kepercayaan diri anak. Seperti ketika  ananda menunjukkan gambar sederhana mereka.  Betapapun lelah, ayah bunda   profesional akan  menyulap  wajah letih mereka menjadi antusias, lalu dengan nada paling bersemangat mengungkapkan betapa membanggakannya karya ananda.


Orang tua adalah payung bagi anak-anak. Maka bentangkanlah payung itu seluas mungkin agar anak-anak merasa teduh dan nyaman.

Tentu, memerlukan perjalanan panjang dan tidak mudah frustrasi untuk menjadi orang tua yang lebih profesional. Saya pun masih berjuang dan jauh dari sempurna. Tetapi bintang di mata anak-anak, senyum serta pelukan di leher yang mereka berikan, semoga menjadi penyemangat bagi setiap kita, untuk mempersembahkan cinta, apresiasi sebaik mungkin, hingga  anak-anak  merasa penting dan tak ragu, bahwa mereka dicintai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun