Mohon tunggu...
Asman Sahaluddin
Asman Sahaluddin Mohon Tunggu... -

Lahir dengan nama Asman dari pasangan Bapak Sahaluddin dan Ibu Juhaera. Sempat menempuh kuliah di Universitas Dayanu Ikhsanuddin (Unidayan) Baubau pada tahun 1998 jurusan Manajemen Perusahaan, Fakultas Ekonomi, namun tidak selesai dan keluar pada tahun 2002. Menyelesaikan Pendidikan S1, jurusan Ilmu Hukum pada fakultas hukum Universitas Muhammadiyah Buton (UMB) pada tahun 2012. Dilanjutkan dengan Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) pada tahun yang sama. Tahun 2013 mengikuti Ujian Profesi Advokat yang diselenggarakan oleh Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) dan dinyatakan lulus. Memulai aktivitas di dunia NGO pada tahun 2000 dengan ikut mendirikan Kelompok Studi Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia (KSBHAM) Buton sekaligus menjadi anggota Badan Pekerja pada periode pertama. Tahun 2004 mendirikan Lembaga Suaka Alam Indonesia (ELSAIN) di Kota Baubau dan menjadi Direktur Eksekutif periode 2004-2009. Salah satu pendiri Jaringan Pengembangan Kawasan Pesisir Buton (JPKP) Tahun 2004. Tahun 2009 menjadi salah satu pendiri LBH Buton Raya sekaligus menjadi salah satu pengurus periode 2009-2012 sebagai Direktur Advokasi dan dipercaya menjadi DIrektur Eksekutif Pada Tahun 2013. Amanah sebagai Direktur Eksekutif LBH Buton Raya terbilang sangat singkat, tepatnya pada bulan November 2013, dipercaya menjadi Koordinator Badan Pekerja KontraS Sulawesi dengan kantor di Makassar, Sulawesi Selatan untuk periode 2013-2016. Salah satu penulis buku Menyusun Puzzle Pelanggaran HAM 1965; Sebuah Upaya Pendokumentasian bersama KontraS Jakarta dan International Centre for Transitional Justice (ICTJ). Tedubara, salah satu Desa di Pulau Kabaena, Kabupaten Bombana, tempat kelahiran saya.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Tahun 2014, Era Kebangkitan Aktivis 98

30 Oktober 2014   02:57 Diperbarui: 17 Juni 2015   19:13 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pertemuan di Denpasar, Bali yang berlangsung tiga hari (26-28/9) merupakan Pertemuan Nasional Aktivis PENA 98 yang saya ikut pertama kali. Ini karena ada beberapa rangkaian pertemuan pada tahun-tahun sebelumnya. Saya tidak berani mengklaim diri, sebagai bagian dari Gerakan 98 yang menjatuhkan orde baru. Tapi, setidaknya-pada tahun itu, jauh dari hiruk pikuk gerakan nasional yang berpusat di Jakarta, Di kampung saya, Buton, geliat itu terjadi. Peristiwa di Buton mengantarkan beberapa aktivis 98 harus masuk bui. Namun, bukan itu yang hendak saya dalam tulisan ini.

Ada rasa bangga, hadir di Bali sebagai peserta yang diundang secara terbuka oleh Panitia Pertemuan Nasional. Kurang lebih enam ratus orang aktivis dari dua puluh dua provinsi di Indonesia, ikut memenuhi ruangan pertemuan di B Hotel, Denpasar. Dari Provinsi Sulawesi Tenggara, hanya empat orang yang hadir, termasuk saya sendiri. Sementara dari provinsi lain, mengutus peserta hingga tiga puluh orang.

Pertemuan Nasional Aktivis PENA 98 ini dihadiri oleh Presiden RI, Joko Widodo dan melahirkan beberapa konsensus yang bermanfaat, diantaranya; tersusunnya anggaran dasar dan terpilihnya Sekretaris Jenderal Adian Napitupulu secara aklamasi serta Presidium Nasional yang merupakan representasi dari dua puluh dua provinsi di Indonesia. Sulawesi Tenggara dipercayakan kepada Erwin Usman untuk duduk di Presidium Nasional.

Aktivis PENA 98 yang hadir di Denpasar juga menyepakati untuk merebut posisi-posisi kekuasaan, baik nasional maupun di daerah. Saling bahu membahu untuk membantu satu sama lain.Termasuk dalam kesepakatan ini adalah merebut ruang-ruang ekonomi, melakukan pendataan terhadap seluruh aktivis PENA 98 di wilayah masing-masing dan bersegera membentuk kepengurusan di tingkat wilayah.

Kesepakatan-kesepakatan yang belum pernah ada setelah enam belas tahun reformasi, dapat saya maknai sebagai era kebangkitan aktivis 98. Pro-Kontra pasti muncul, baik menyangkut pertemuan nasionalnya sendiri, maupun kesepakatan-kesepakatan yang dilahirkan. Tapi, hal ini tidak lantas menyurutkan langkah kita, karena sudah saatnya bergerak. Saatnya kita berbicara tentang KITA, Aktivis 98. Semoga

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun