Orangtua sering kali percaya bahwa aturan ketat adalah kunci keberhasilan anak. Namun, ketika pola asuh ini terlalu kaku, anak bisa merasa terjebak di balik "dinding" aturan tanpa ruang untuk berdialog. Fenomena ini menimbulkan pertanyaan: apakah disiplin yang ketat selalu membawa manfaat, atau justru menciptakan jarak emosional yang sulit diperbaiki?
Orangtua adalah pilar pertama dalam kehidupan seorang anak. Mereka memiliki tanggung jawab besar untuk membimbing, melindungi, dan mengarahkan anak menuju masa depan yang lebih baik. Namun, apa yang terjadi ketika peran ini dijalankan dengan pendekatan yang terlalu ketat, tanpa ruang untuk dialog dan kompromi? Fenomena ini sering disebut dengan "strict parenting," sebuah pola pengasuhan yang berfokus pada aturan ketat, kontrol penuh, dan minimnya fleksibilitas.
Banyak orangtua yang memilih untuk menjadi strict parents percaya bahwa mereka melakukan yang terbaik untuk anak-anak mereka. Dalam masyarakat kita, pandangan bahwa disiplin ketat adalah kunci kesuksesan masih sangat kuat. “Ini untuk kebaikanmu,” adalah frasa yang sering diucapkan. Namun, bagaimana perasaan anak di balik ungkapan tersebut?
Bagi sebagian anak, aturan ketat sering kali dirasakan sebagai dinding penghalang daripada pemandu arah. Misalnya, seorang anak yang dipaksa memilih jurusan kuliah tertentu karena dianggap lebih menjanjikan mungkin akhirnya menjalani hidup yang penuh dengan kebencian terhadap pilihan tersebut. Sebaliknya, anak lain mungkin menginternalisasi tekanan ini dengan membenci orangtuanya, merasa bahwa cinta mereka bersyarat dan hanya diberikan jika anak mematuhi semua tuntutan.
Tidak dapat disangkal bahwa beberapa elemen strict parenting, seperti konsistensi dalam mendisiplinkan atau menetapkan standar yang jelas, bisa bermanfaat. Anak-anak yang tumbuh dengan disiplin yang sehat cenderung lebih terorganisir dan bertanggung jawab. Namun, strict parenting sering kali melangkah lebih jauh dengan meniadakan ruang untuk kesalahan, eksplorasi, atau bahkan sekadar menjadi diri sendiri.
Penelitian psikologi menunjukkan bahwa pola pengasuhan yang terlalu otoriter dapat menyebabkan efek samping serius pada anak. Anak-anak dari strict parents lebih cenderung merasa cemas, tidak percaya diri, dan memiliki hubungan interpersonal yang rapuh. Ketika setiap tindakan mereka dinilai dan dikontrol, mereka mungkin tumbuh menjadi individu yang tidak nyaman mengambil keputusan sendiri atau justru membangkang secara ekstrem.
Salah satu dilema besar yang dihadapi anak-anak dari strict parents adalah memilih antara dua bentuk kebencian: membenci orangtua atau membenci tuntutan yang diberikan. Kedua pilihan ini memiliki konsekuensi emosional yang dalam.
- Membenci Orangtua: Ketika aturan yang diterapkan terasa terlalu mengekang, anak mungkin merasa bahwa cinta orangtuanya tidak tulus. Mereka merasa dipandang hanya sebagai “proyek” yang harus berhasil, bukan individu yang dihargai dengan segala keunikannya. Kebencian ini sering kali menciptakan jarak emosional yang sulit diperbaiki, bahkan setelah anak dewasa.
- Membenci Tuntutan: Di sisi lain, ada anak yang mencoba menekan rasa frustrasi terhadap orangtua dengan mengalihkan kebencian itu ke tuntutan yang diberikan. Misalnya, seorang anak yang dipaksa menjadi dokter mungkin akhirnya membenci profesi tersebut, meskipun mereka memiliki potensi besar di bidang itu. Hal ini dapat menghambat pengembangan diri mereka dan menciptakan konflik batin yang berlarut-larut.
Pola strict parenting sering kali berakar dari ketakutan dan trauma yang tidak terselesaikan pada orangtua itu sendiri. Ketakutan akan kegagalan anak sering kali menjadi alasan utama di balik aturan yang ketat. Sayangnya, ketakutan ini jarang dikomunikasikan dengan cara yang sehat. Alih-alih membangun hubungan yang saling pengertian, strict parenting justru menciptakan jarak antara orangtua dan anak.
Di sisi lain, budaya juga memainkan peran besar. Di banyak masyarakat Asia, misalnya, kesuksesan akademis atau karier sering kali menjadi ukuran keberhasilan hidup, sehingga orangtua merasa perlu mengarahkan anak-anak mereka ke jalur tertentu, terlepas dari keinginan anak itu sendiri.