Mohon tunggu...
Wahyu NH Aly
Wahyu NH Aly Mohon Tunggu... lainnya -

Wahyu

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Selamat Natal Haram?

28 Desember 2012   05:16 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:55 1932
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="" align="aligncenter" width="368" caption="Ucapan Natal"][/caption]

Ramai bergulir pro dan kontra perihal hukum mengucapkan selamat Natal bagi umat Islam, seakan sudah menjadi tradisi tahuna, tiap kali menjelang Natal. Tak terkecuali di kalangan ulama dan ormas Islam. Ada yang menilainya haram, mubah, makruh, sunah, hingga ada yang mengatakan wajib. Meski demikian, penilaian haram dan mubah (boleh) lebih senter terdengar dari penilaian yang lain.

Penilaian haram mengucapkan selamat Natal bila ditinjau di kalangan ulama Indonesia sebenarnya jauh lebih sedikit dari pada yang membolehkan. Hanya saja, kalangan yang menilai haram lebih gencar publikasinya di masyarakat dengan beragam media, lebih nyaring bunyinya. Berbeda halnya dengan ulama yang mayoritas membolehkan, suaranya nyaris tertutup oleh suara ulama minoritas Gencarnya ulama minoritas yang mengharamkan ini, sehingga mengesankan apabila seluruh ulama Indonesia sepakat mengharamkan.

Kalangan ulama minoritas yang menilai haram mengucapkan selamat Natal, cenderung dalam pembenarannya menggunakan dasar akidah. Lazimnya ulama yang mengharamkan beraliran wahabi. Majelis Ulama Indonesia, yang di dalamnya terkandung beragam aliran, sepertinya tidak cukup kuat mengayomi ulama mayoritas yang memiliki penilaian membolehkan. MUI masih mendasarkan pada keputusan 1981, yang konon membuat Buya Hamka memilih mundur sebagai ketua MUI saat itu. Ketua MUI KH. Ma'ruf Amin dalam jumpa pers di kantornya di Jalan Proklamasi nomor 51, Jakarta Pusat, Rabu, 19 Desember 2012, mengatakan hal demikian.

"Umat Islam haram mengikuti perayaan Natalan bersama, karena mengandung unsur ibadah, sehingga akan merusak aqidah dan keimanan umat Islam. Bahkan ucapan Selamat Hari Natal,  jangan sampai diucapkan oleh umat Islam Adapun yang diperbolehkan ucapan Selamat Tahun Baru 2013."

Berbeda halnya ulama yang membolehkan, apabila mengucapkan salam merupakan ungkapan persaudaraan kemanusiaan. Hal ini seperti fenomena budaya ulama di Mesir. Sebagaimana baru-baru ini, pimpinan Hisbullah, Mesir, mengucapkan selamat Natal. Menjadi tanda Tanya, mengapa suara ulama mayoritas yang memiliki penilaian membolehkan mengucapkan selamat Natal nyaris tak diketahui publik, namun justru ulama yang minoritas lebih memonopoli suara? Tanya kenapa....

Qiyas Natal

Mendengar Natal yang jatuh tiap 25 Desember, seringkali dikaitkan dengan sejarah penyembahan Dewa Matahari. Bila menelisik lagi, penyembahan Dewa Matahari bukan saja di tanggal 25, namun terkadang juga diperingati pada tanggal 6 Januari, 18 Oktober, 28 April atau 18 Mei. Sehingga terlalu mendramatisir apabila mengaitkan Natal (25 Desember) yang disahkan oleh Kaisar Konstantin, sebagai upaya tindak lanjut dalam peringatan penyembahan Dewa Matahari.

Terlepas dari pro dan kontra yang ada, kata Natal berasal dari bahasa Latin yang berarti lahir. Secara istilah, Natal berarti upacara yang dilakukan oleh orang Kristen untuk memperingari hari kelahiran Isa. Benar dan tidaknya hari kelahiran Isa pada 25 Desember, bila dinilai dari upaya menghormati sosok Isa, menjadi tidak terlampau penting. Hal tersebut lazim terjadi juga di kalangan umat Islam, seperti yang sering terjadi dalam perayaan milad para ulama yang telah meninggal dan peringatan Isro'-Mi'roj.

Perayaan milad ulama yang telah meninggal dunia di kalangan pesantren seringkali dalam penentuan harinya tidak sesuai dengan hari kelahiran ulama tersebut, dan pula cukup sering beda bulan dari bulan kelahiran yang sebenarnya. Bagi kalangan umat Islam secara umum, yang sering terdengar barangkali perayaan Isro'-Mi'roj. Isro'-Mi'roj selama ini dirayakan setiap bulan Rajab, padahal di kalangan ulama sendiri banyak yang berpendapat Isro'-Mi'roj jatuh pada bulan Ramadhan.

Ketidaktepatan waktu antara perayaan dengan yang dirayakan, perihal yang demikian, sekali lagi, tidak begitu penting. Karena yang lebih utama adalah kandungan hikmah yang ada di dalamnya. Termasuk, perbedaan pendapat akan kelahiran Isa, pada 25 Desember.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun