"Saya akan menggerakkan kekuatan pemerintah dan negara dan bangsa untuk mengatasi kesulitan ini. Baik masalah kesehatan maupun masalah sosial ekonomi yang mengikutinya. Pemerintah memprioritaskan wilayah yang menurut hasil pemetaan menunjukkan indikasi yang paling rawan terinfeksi Covid-19," kata Jokowi (20/3), dikutip dari media Kompas.
Alih-alih menekan jumlah kasus Covid-19, perharinya saja jumlah kasus Covid-19 kian meningkat secara signifikan, apalagi ditambah dengan penerapan "New normal" yang "Wajib diterapkan" oleh seluruh kepala daerah dengan mengacu pada Peraturan Pemerintah nomor 23 tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar.
Tercatat jumlah kasus kematian akibat Covid-19 telah menembus angka 1,613 kasus dalam tiga bulan terakhir, mulai dari Maret hingga Mei 2020. Bukankah "Nyawa manusia lebih berharga dibanding kepentingan apapun?" Atau mungkin hal itu bukanlah persoalan bagi para pemangku kebijakan?
PSBB atau New Normal
Menyoal probabilitas orientasi penerapan kebijakan "New normal" ada dua: pertama, menjaga stabilitas ekonomi tetap kondusif atau kedua, karena lobi-lobi kepentingan para pengusaha kelas kakap sehingga penerapan "New normal" itu dijadikan kebijakan baru ditengah pandemi Covid-19 yang belum mereda secara signifikan di Indonesia. Entah.
Konsisten menerapkan PSBB bukanlah perbuatan dosa, bila dilakukan dengan cara-cara manusiawi, menghilangkan tindakan persekusi, intimidasi dan diskriminasi rasial agar tidak melanggar prinsip hak asasi manusia. Dan itu dimulai dari "Political will" pejabat publik sebagai modal awal dalam membuat kebijakan.
Bila bicara konsistensi, sebaiknya kepala negara sebagai pemegang pucuk pimpinan kekuasaan konsisten dengan kebijakan yang belum matang dirasakan manfaatnya diiringi dalam pengambilan upaya yang lebih progresif untuk menekan angka kasus Covid-19. Menegasikan kepentingan individual yang menggiurkan di depan mata, demi kepentingan kolektif bangsa.
Kita berharap demikian, sebab penuh harap ialah watak manusia yang tak boleh terpisahkan selama kaki masih menjajaki bumi. Entah harapan itu terkabul atau tidak itu persoalan lain. Anggap bonus bila terkabul.
Patrick telah memulai hal itu, dengan modal konsisten pada kediriannya sebagai karakter yang diidentikan sebagai makhluk laut terbodoh dengan bertingkah konyol di Bikini Bottom ialah simbol konsistensi dirinya. Lantas, patutkah kita mengamini bahwa pejabat publik hari-hari ini perlu belajar banyak dari Patrick soal konsistensi?
Terakhir, mengutip kata Patrick dalam salah satu episode "Mungkin Aku bodoh, tapi Aku tidak dungu."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H