Prinsip Miranda Rule kini dikenal sebagai aturan yang mengatur hak-hak seseorang yang dituduh atau disangka melakukan tindak pidana, sebelum diperiksa oleh penyidik. Aturan tersebut mewajibkan Polisi untuk memberikan hak-hak seseorang, hak untuk diam. Karena segala sesuatu yang dikatakan seorang tersangka dapat digunakan untuk melawannya atau memberatkannya di Pengadilan.
Kemudian hak untuk mendapatkan, menghubungi penasihat hukum untuk membela hak-hak hukumnya. Dan jika ia tidak mampu, maka ia berhak untuk disediakan penasihat hukum atau advokat oleh negara. Dalam hal ini tentu oleh institusi yang bersangkutan (Sofyan Lubis, Prinsip "Miranda Rule" Hak Tersangka Sebelum Pemeriksaan: 2010).
Di Indonesia, prinsip Miranda Rule telah terkodifikasi dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pada Pasal 54, Pasal 55, dan Pasal 114 mengenai hak untuk mendapatkan bantuan hukum; dan Pasal 56 ayat 1 “Bila tidak mampu, tersangka berhak disediakan pendamping hukum oleh pejabat bersangkutan atau penyidik.”
Juga diperkuat dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 19 ayat 4 “Hak untuk mendapatkan bantuan hukum sejak penyidikan sampai adanya putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap.”
Jika hal tersebut tidak diindahkan, maka instansi hukum terkait tidak mengikuti ketetapan dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 1565 K/Pid/1991 tertanggal 16 September 1993 mengenai “Apabila syarat-syarat permintaan tidak dipenuhi seperti halnya penyidik tidak menunjuk penasihat hukum bagi Tersangka sejak awal penyidikan, maka tuntutan penuntut umum dinyatakan tidak dapat diterima.” Hakim berhak memutuskan seluruh dakwaan batal demi hukum (bila prosesnya telah masuk pada tingkat peradilan).
Kasus yang menimpa Ferdian jika dikaitkan dengan prinsip Miranda Rule yang terakomodir dalam legalitas hukum Indonesia maka Ferdian berhak untuk tidak memberikan jawaban atas tindakan yang disangkakan padanya tentang pelanggaran sejumlah pasal dalam UU ITE. Dirinya juga berhak didampingi penasihat hukum dan negara berkewajiban menyediakan pendamping hukum untuk tersangka bila tersangka tidak mampu, selama menjalani proses hukum.
Apabila kita menduga Ferdian melakukan pelanggaran hak asasi terhadap Transpuan bukankah juga sebaiknya kita mendukung Ferdian dalam pemenuhan hak asasinya di negara yang berpedoman hukum, sebagai upaya proporsionalitas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H