Selalu ada yang berbeda dari tiap daerah Nusantara, baik budaya, profesi yang dilakoni warga dan seterusnya. Di Makassar Sulawesi Selatan, saya melihat bahwa yang menjual ikan dari lorong ke lorong, dari area sini ke sana, dilakukan oleh lelaki.
“Pagandeng” demikian lidah lokal menamai, sosok pekerja keras yang kala pagi menjemput, menyemut penuhi TPI (Tempat Pelelangan Ikan) Paotere, lokasinya bertetangga dengan Pangkalan Utama TNI-AL.
Riuh mereka bertransaksi, seru juga menikmati proses jual beli ramai dan simpel. Menurut pengamatan saya, sebagian memilih ‘berburu’ dari lapak ke lapak. Atau bagi yang punya langganan pemasok ikan, hanya singgah, tunggu sejenak, lalu ikan dalam jumlah tertentu dipindahkan ke keranjang atau wadah yang menempel pada bagian depan sepeda. Kini penjual, banyak beralih menggunakan sepeda motor sebagai alat transpor dan membonceng ikan di belakang, ditempatkan seimbang pada wadah di sisi kiri-kanan motor.
Dari Paotere, mereka menyebar ke seluruh sudut Makassar. Selain Paotere, sebagian penjual memilih berbelanja ikan di Pelelangan Ikan jalan Rajawali, tak jauh dari pantai Losari yang tenar itu. Namun tetap saja lokasi favorit adalah Paotere.
Saya pernah mengunjungi kedua tempat; Rajawali dan Paotere. Dari arus lalu lintas hasil laut, Paotere nomor satu, paling padat dan sibuk.
Inilah Paotere, tempat pelelangan Ikan terbesar di Makassar. Berjenis ikan laut, ikan air tawar, udang, kepiting dsb, tersedia di sini. Perbandingan harga dengan pasar tradisional, berkisar 20 hingga 30 % lebih murah. Bahkan bila sedang beruntung dan pandai menawar, harga ikan dapat menembus nilai30-50 % lebih murah dari nilai yang ditawarkan pasar tradisional. Tokh, ikan di pasar-pasar berasal dari sini.
Walau jarang, sesekali, ada saja penjual yang ‘membanting’ harga dibanding harga sekitar, biasanya ini dilakukan untuk menghabiskan persediaan terakhir, jadi mereka sudah mengantongi untung bertumpuk sebelumnya. Jika bertemu yang seperti ini, berarti anda sedang bernasib mujur, hehe... Bagi pecinta kuliner hasil laut, bersiap-siaplah berpesta ikan.
Mengenai kesegaran, jangan ragu ! Anda bisa saksikan sendiri, ikan segar, bersih cerah, berkeranjang-keranjang diturunkan dari kapal-kapal ‘mungil’dan perahu bodi batang. Selepas melaut, armada nelayan merapat di dermaga ikan Paotere. Saya pikir peristiwa pagi hari pelelangan Ikan Paotere bila terkelola cerdas, layak menjadi jualan wisata dengan keunikan berpesona.
Catatan ringan untuk pengelola dan pemerintah, betul bahwa Paotere telah mengalami renovasi, namun masih ada poin butuh perhatian serius; penataan tempat parkir kendaraan (roda dua dan empat); mendesak diperluas, sudah waktunya membangun tempat parkir bertingkat, berhubung daya tampung tempat parkir kini tak memadai. Sempit berdesak-desakan.
Kembali ke “pagandeng”penjaja ikan keliling, berkendara sepeda atau sepeda motor, para lelaki menjual ikan hingga ke gang sempit pemukiman yang terdalam. Mereka yang telah menjual dalam waktu lama, biasanya memilikipelanggan tetap, setia menunggu pada jam-jam biasa. Di pemukiman penduduk, seperti di sekitaran Universitas Hasanuddin, dahulu di setiap pagi, saya sering mendengarsuara dari lelaki tua yang menjajakan ikan dengan sepeda ontel,”Sambaluuuu....oo....sambaluuu.....”,teriaknya. Para ibu begitu mendengar kata ‘sambalu’ pun mengerti, serta merta keluar rumah dan terjadilah transaksi itu. Sambalu artinya langganan.
Lain Makassar lain Baubau, kota yang terletak di Pulau Buton Sulawesi Tenggara, yang oleh pengusul pembentukan propinsi Buton Raya, Baubau dipersiapkan sebagai calon ibukota propinsi kelak.
Di Baubau, serupa Makassar, penjual ikan keliling juga berjaya, hanya saja di Baubau, penjaja ikan keliling didominasi kaum wanita; perempuan-perempuan tegar. Sekilas, rerata usia di atas 30 tahun, yang mendekati usia sepuh ada beberapa. Mungkin saja bagi para perempuan sepuh itu, menjual berkeliling adalah bukan sebatas mencari uang saja, tapi sejenis ikhtiar agar tubuh tetap bugar, mengaktualkan potensi diri untuk sesuatu yang bermakna. Eksis dalam kerja. Kebanyakan mereka berasal dari ‘wilayah’ tertentu yang terkenal ulet bekerja. Rasa kagumku berlipat buat mereka, sebab berbeda dari Makassar; lelaki menjaja ikan dengan kendaraan, ya tentu selain oleh beratnya beban juga karena jauhnya perjalanan yang harus ditempuh. Di Baubau tidak. Mereka berjalan kaki.
Perempuan penjual ikan di Baubau dikenal sebagai “Papalele”, menjunjung ikan dalam wadah (loyang atau baskom), beralas kain dilipat, pengganjal wadah sebelum diletakkan tepat di atas kepala. Sembari menjaga keseimbangan agar barang bawaan tak jatuh, mereka berjalan kaki dalam irama konstan. Sejenis langkah teratur penuh tenaga. Sungguh potret perempuan telaten, tak berkeluh-kesah.
Saya coba berhitung kasar, jarak yang harus ditempuh bolak balik dari rumah ke daerah pesisir Wameo (tempat ikan tumpah ruah hasil nelayan), lalu menuju pemukiman penduduk, lalu balik lagi ke rumah, bukan jarak pendek, apalagi mengingat kontur tanah di Baubau berbukit-bukit, tentu perlu tenaga ekstra. Total jarak tempuh bisa berkilo-kilometer. Itu dulu, kini dari rumah ke pasar dan balik pulang menuju ke rumah (sehabis jualan) sebagian dari mereka mulai memakai jasa ojek. Tentu tak semua memakai ojek, sebab penghasilan akan berkurang dipotong ongkos ojek.
Saya mengenal seorang perempuan penjaja ikan, dari hasil menjual keliling, membiayai sekolah tiga anaknya hingga sarjana. Setelah sarjana (S-1) satu diantara itu, beruntung dapat beasiswa lalu sukses menggondol gelar Doktor (S-3). Sekarang menjadi tenaga pengajar di sebuah PTN di tanah air. Itu contoh kecil, kisah sukses lain tentu masih ada. Hasil keringat perempuan penjual ikan keliling.
Mereka perempuan perkasa, berjasa bagi keluarga. Ketika para suami dan lelaki memilih jadi tukang kayu, tukang batu, perantau di negeri jauh atau berprofesi lain, isteri setia membantu, jual ikan.
”Oikane..., oikane..., inda uali ingkomiu?”, (ada ikan, mungkin anda berminat membelinya?) demikian mereka berteriak sembari terus melangkah...
(Pulau Buton, Maret 2011)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H