Mohon tunggu...
Aslan Z
Aslan Z Mohon Tunggu... -

kata itu energi semesta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Merapi Menepati Janji

26 Oktober 2010   17:00 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:04 1311
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sekali lagi terhenyak kita dibuat, berita tentang meletusnya merapi. Penduduk mengungsi, debu vulkanik memenuhi udara potensial sebagai penyebab infeksi saluran pernapasan, awan panas menyengat. Dilayar kaca, Metro TV menurunkan liputan tentang letusan Merapi, di atas sebuah ranjang, nampak bayi terbujur kaku di bangsal UGD, kabarnya telah meninggal sebelum sampai di rumah sakit. Selain itu, korban lain terlihat berdatangan, dokter dan paramedis sibuk memberikan pertolongan. Di sekitar lokasi rumah Mbah Marijan yang berjarak kurang lebih empat km dari gunung Merapi, ditemukan 15 jenazah dengan kondisi mengenaskan. Empat jenazah ditemukan dalam rumah Mbah Marijan, sisanya berada di luar rumah. Salah satu korban adalah wartawan.

Seorang lelaki paruh baya, wajah terlihat lelah, dalam sorot kamera berujar “Merapi menepati janji”, saya yang tadi menonton sambil baring segera memperbaiki posisi duduk, tak ingin kehilangan apa yang hendak disampaikan. Nampak lelaki itu tegas bertutur bahwa dalam pengamatan mereka, peningkatan aktifitas Merapi beberapa waktu terakhir berujung dengan penyemburan material gunung disertai awan panas. Kita tidak bisa memastikan kapan Merapi meletus, namun tadi itu telah terjadi, Merapi meletus.

Wajahnya tegang, ia mengulang sekali lagi kalimat “Merapi Menepati Janji”, saya tersengat, merasa itu laksana kata bertuah yang tak sembarang dilepas, ada jejaring pengalaman telah dilalui oleh lelaki bernama Surono, Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi. Surono memahatkan predikat “spesial” bagi Merapi, bukankah menepati janji lazimnya dilakukan oleh mereka yang saling setia? Seperti sepasang kekasih tak hendak ingkar pada sumpah, pada prinsip hidup.

Mungkin itu sekadar kalimat pengandaian biasa, sebentuk diksi, dipilih untuk menebalkan dampak yang coba dibangun, serupa mencipta suasana magik bagi tikaman pendapat. Mungkin saja begitu, namun dalam kajian holistik, antara manusia dengan lingkungan tidak terdapat jurang pemisah, manusia dan gunung Merapi misalnya memiliki keterkaitan, saling terhubung sebagai satu kesatuan, ada proses “dialog” yang saling menyampaikan pesan.

Akh ada-ada saja pendapat ini, okelah bila tak punya kaitan, lalu mengapa Merapi meletus pada saat yang tak berpenggal jauh dengan gempa 7,2 skala Richter dan tsunami di Mentawai Sumatera Barat atau peristiwa banjir bandang Wasior, apakah seperti sentilan dalam lagu Ebiet G Ade, “...atau alam mulai enggan bersahabat dengan kita ?....”

Kita menanti kabar selanjutnya, semoga itu kabar baik, amien..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun