Mohon tunggu...
Aslan Z
Aslan Z Mohon Tunggu... -

kata itu energi semesta

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Dokter dan Sumpahnya

26 Maret 2011   02:43 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:26 614
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokter, profesi luar biasa yang dipilih manusia biasa. Justru karena keterbatasan sebagai manusia biasa, mereka menjadi luar biasa. Kewenangan yang dimiliki, seketika melegalkan serangkaian keutamaan (baca:hak), yang tak dapat diperoleh sembarang orang baik karena kekuasaan atau karena kelebihan yang lain. Sederhana saja, sepertinya tak ada profesi lain yang leluasa, diizinkan menelisik, mengumpulkan informasi selengkap-lengkapnya atas tubuh manusia, semisal bisa meminta siapa saja yang jadi pasien untuk menceritakan semua keluhan, termasuk yang paling 'rahasia' sekalipun, atau betapa mereka, tak boleh dihalangi bila ingin meneliti lebih jauh penyebab penyakit, lewat pemeriksaan fisis, pemeriksaan penunjang maupun sampai pada tindakan intervensi, seperti operasi; lihatlah pasien yang di bedah perutnya, atau dibedah dadanya, dokter leluasa melihat dan melakukan urutan intervensi yang dipandang perlu terhadap organ dalam seperti usus, jantung, hati dan sebagainya. Atau misalnya harus menguliti kulit kepala pasien yang mengalami problem dalam tengkorak kepala (ada tumor, pendarahan dsb) mengebor batok kepala, memotong bagian dari otak yang diperlukan. Sekilas, seakan-akan "sadis". Namun sejatinya amat sangat mulia, menolong sesama. Atau simpati kita, pada betapa kuatnya seorang dokter bedah, di bawah tekanan, 'menyelamatkan' pasien dari ancaman kematian, dalam kondisi berdarah-darah, di tengah harap dan cemas keluarga pasien yang duduk manis di atas kursi tunggu ruang operasi. Tak sadarkah kita, betapa para dokter di balik dinding ruang tunggu itu, sesungguhnya sedang bertarung habis-habisan, dengan segenap kemampuan ilmu pengetahuan dan keterempilan (yang diperoleh dengan prosedur yang rumit dan melelahkan), berjuang menolong sesama, "mencari jalan" agar si pasien memperoleh "kesempatan hidup yang kedua". Dengan pikiran jernih, salut setinggi-tingginya untuk profesi dokter, terkadang saya berpikir, wajar saja, bila para dokter punya rasa percaya diri tinggi, berlipat-lipat kalau perlu, percaya diri yang membuatnya yakin dalam mengumpulkan keterangan penyakit pasien, mengklasifikasi, dan melakukan analisa sampai pada penentuan tindakan. Tentu, percaya diri karena banyak tahu, bukan karena kurang atau tidak tahu. Banyak tahu sebagai hasil dari banyak belajar, membaca dan banyak pengalaman, banyak merendah. Banyak tahu yang membuat diri jadi rendah hati dan menyerahkan segala hasil dalam kehendak Tuhan.

Dokter, profesi luar biasa, bukan pekerjaan setengah hati, mari kita baca bersama lafal sumpah dokter berikut :

"Demi Allah, saya bersumpah bahwa :

Saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan perikemanusiaan; Saya akan memberikan kepada guru-guru saya penghormatan dan pernyataan terima kasih yang selayaknya; Saya akan menjalankan tugas saya dengan cara yang berhormat dan ber­moral tinggi, sesuai dengan martabat pekerjaan saya;

Kesehatan penderita senantiasa akan saya utamakan; Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena pekerja­an saya dan karena keilmuan saya sebagai dokter; Saya akan memelihara dengan sekuat tenaga martabat dan tradisi luhur jabatan kedokteran; Saya akan memperlakukan teman sejawat saya sebagai mana saya sendiri ingin diperlakukan; Dalam menunaikan kewajiban terhadap penderita, saya akan berikhtiar dengan sungguh-sungguh supaya saya tidak terpengaruh oleh pertimbangan keagamaan, kebangsaan, kesukuan, politik kepartaian atau kedudukan sosial; Saya akan menghormati setiap hidup insani mulai dari saat pembuahan; Sekalipun diancam, saya tidak akan mempergunakan pengetahuan ke­dokteran saya untuk sesuatu yang bertentangan dengan hukum perikemanusiaan;

Saya ikrarkan sumpah ini dengan sungguh-sungguh dan dengan memper­taruhkan kehormatan diri saya"

Dari sumpah, semestinya tubuh siapapun akan bergetar, betapa tugas berat telah disetujui sebagai jalan hidup, sebagai beban yang menyertai perjalanan para dokter. Siapapun dia, tentu tak berani melihat sumpah ini sebatas permainan kata belaka, ada tanggung jawab berlapis. Bertumpu di pundak manusia. Betapa pundak manusia teramat sempit dan lemah, sanggupkah menyangga makna sumpah yang menggetarkan itu. Atas keberanian sedikit manusia, memilih ucap sumpah atas nama Tuhan, maka ia menjadi luar biasa, menjadi bukan manusia biasa. Tak berlebihan bila engkau menyebutnya manusia pilihan, yang akan merawatmu hari demi hari, menyembuhkanmu dengan hatinya, duplikat utuh dari kasih sayang ibumu, ya seorang dokter sejatinya adalah ibu bagi semua, demikian bila berkaca dari butir-butir sumpah. Semoga . . .

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun