Menebak masa depan atau lebih tepatnya prediksi futuristik bukan saja dominasi para mentalis. Kemampuan itu potensial lekat sebagai kapasitas insani. Manusia di pucuk penciptaan adalah keajaiban, paduan apik makhluk material terindera dan makhluk spiritual, terhubung dengan kesadaran semesta. Tentu memiliki daya lain, kuasa menembus batas. Iqbal pemikir dari Pakistan berujar “inti hakikat adalah gerak, sumber pengetahuan itu intuisi”.
Membaca Iqbal, saya terkenang almarhum kakek buyut saya La Aribi, petani sekaligus nelayan, lahir di desa Paleha ujung pulau Kaledupa Wakatobi. Tak ada kelebihan istimewa dari beliau, hanya saja pernah suatu ketika saat Indonesia belum merdeka, mungkin berbekal intuisi ‘ala Iqbal’ beliau yakin bahwa dalam waktu yang tidak lama lagi kawasan pulau-pulau di sekitar Kaledupa akan dibanjiri oleh manusia-manusia berkulit putih seperti kulit orang Belanda (dalam bahasa sekarang disebut bule).
Ramalan atau tepatnya prediksi itu menjadi angin lalu saja, dalam konteks berpikir di masanya, manalah mungkin pulau Kaledupa yang sangat terpencil di ujung tenggara pulau Sulawesi bakal didatangi orang-orang bule, seperti kurang kerjaan saja, mau cari apa mereka? Kurang lebih seperti itu kira-kira dalam benak anak-anaknya dan keluarga di kampung.
Saya mendengar cerita kakek buyut tadi dari kakek, saat sedang liburan SD, 20-an tahun silam . Semua cerita kakek terekam dalam ingatan, kala sedang bersama menjelajahi petak demi petak kebun kelapa dan jambu mete di Kolovavo (areal perkebunan rakyat di Kaledupa). Dengan penuh semangat, merujuk pada terawang ayahnya, kakek mengurai dalam bahasa yang penuh mitos menurutku, betapa tanah Kaledupa ini adalah pengawal andalan kesultanan Buton, dianugerahi banyak keutamaan oleh Allah. Suatu ketika tanah ini beserta pulau-pulau di sekitarnya akan menjadi incaran manusia dari berbagai bangsa. Seperti sedang didoktrin tanpa bisa mendebat, saya larut dibuat. Aneh memang, saya yakin saja, di mata saya, tak pernah sekalipun Almarhum Kakek berdusta. Kakek penganut islam yang taat, beliau percaya setiap orang punya keutamaan, berbeda satu dengan lain. Seperti itu pula yakinnya pada prediksi ayahnya, La Aribi.
Waktu terus bergulir, hingga momen penetapan Wakatobi (gugusan pulau Wanci, Kaledupa, Tomia dan Binongko) sebagai kawasan Taman Laut Nasional, dilindungi negara. Pun tatkala wilayah ini mekar menjelma kabupaten baru, lepas dari Kabupaten Buton sebagai induk. Perubahan gradual berlangsung, lewat pendayagunaan promosi plus pencitraan positif melalui media, Wakatobi sontak tenar di seluruh dunia, apalagi setelah pemerintah lokal menjalin kerjasama dengan lembaga-lembaga internasional. Wakatobi pun melompat dari daerah terisolir di sudut tenggara Sulawesi menjadi salah satu destinasi wisata laut paling berpengaruh di dunia, saya pernah membaca ulasan seorang wartawan media lokal di Makassar, bahwa dalam sepuluh tahun dari sekarang saja, Wakatobi berpeluang melampaui Tana Toraja yang terkenal itu sebagai tujuan wisata di Sulawesi. Hal itu akan terjadi bila Tana Toraja tak menggenjot kinerja promosi.
Kembali ke Wakatobi, pesona terumbu karang menghipnotis siapapun yang menyelam di sana. Ikan warna-warni berenang, terumbu karang nan cantik, beribu-ribu kali lipat lebih indah dari akuarium paling indah yang pernah dibuat manusia, ya pasti, akuarium alam raksasa Wakatobi itu bentukan alam anugerah Ilahi. Apalagi setelah dikemas apik efektif oleh pemda setempat, sungguh piawai dalam melempar layanan wisata ke konsumen.
“Pada puncak peringatan hari kemerdekaan RI tahun ini, Liputan6 Siang kembali membuat rekor MURI dengan melakukan siaran langsung dari darat, laut dan udara sekaligus, di kabupaten wakatobi, Sulawesi Tenggara. Siaran seluruh program dibawakan langsung oleh presenter Mochamad Achir dari daratan Wakatobi, yang kemudian dilanjutkan dengan laporan presenter Nova Rini dari kedalaman sekitar 20 meter dari permukaan laut Wakatobi. Bukan hanya laporan langsung, Nova Rini juga menggelar wawancara dengan bupati Wakatobi Ir. Hugua. Inilah wawancara pertama di dalam laut, yang disiarkan secara langsung (live)” (Liputan6.com)
Menurutku, pembumian energi kreatif seperti itu bukan hal gampang, bagaimana mengelola momen, diputar sedemikian rupa sehingga menjadi peluang, lalu produk dijual. Momen kemerdekaan RI dikelola untuk menghasilkan sesuatu yang berguna jangka panjang, patut mendapat apresiasi. Itu Cuma sekelumit dari teknik promosi pemerintah daerah di sana. Selain tentunya masih banyak cara lain, misalnya bagaimana Hugua sang Bupati Wakatobi, menggunakan popularitas para selebritis, pernah saya nonton di TV, aksi menyelam dan berfoto di bawah laut mantan Puteri Indonesia, Nadine Chandrawinata disiarkan bersahut-sahutan oleh berita gosip artis. Oleh otoritas disana, Nadine dinobatkan sebagai duta Wakatobi. Ada pula aksi naik ‘kabuenga’ (ayunan) sutradara Hanung Bramantyo dan Zaskia Mecca sebelum mereka melangsungkan pernikahan, dan masih banyak lagi kegiatan liburan para pesohor negeri, tersiar lewat infotainmen, menjadi ajang promosi dan penjualan wisata bawah laut Wakatobi. Sungguh cerdas, strategi pemasaran modern memang mensyaratkan pendayagunaan segala sarana seoptimal mungkin untuk mencapai tujuan. Wakatobi memang Surga Nyata Bawah Laut di jantung segitiga terumbu karang dunia.
Pada tahun 2006, misalnya, jumlah wisman yang datang hanya sekitar 600 orang. Pada tahun 2007 meningkat menjadi 1.700 orang (suarakarya-online.com). Pada 2008 jumlah wisatawan nusantara dan mancanegara ke destinasi yang mulai diperhitungkan oleh turis itu hanya 5.000 orang. (http://bataviase.co.id/node/115857). Jumlah kunjungan wisatawan ke Laut Wakatobi, Sulawesi lenggara, naik dua kali lipat menjadi 10.000 orang pada 2009. Jumlah wisatawan yang mengunjungi kabupaten wakatobi, Sulawesi Tenggara saat ini mencapai 40 orang per hari atau sekitar 14.000 orang per tahun. (antara-sumbar.com). Sungguh sebuah lonjakan wisatawan yang besar. Bandingkan saja.
Kerja besar yang berhasil, niscaya lahir dari para pemikir plus pekerja ulet. Tak berlebihan bila kita harus angkat topi dan menyampaikan penghargaan atas kinerja Pemda Wakatobi bersama bupatinya Hugua. Hugua telah menempatkan dirinya sebagai salah satu kepala daerah yang berhasil dalam sejarah Sulawesi. Ada beberapa daerah pemekaran di Sulawesi Tenggara, dua daerah di antaranya lumayan berhasil yakni Kota Bau-Bau dan Kabupaten Wakatobi. Entah di kemudian hari, apakah ini dapat dipertahankan, meningkat atau malah merosot, kembali lagi berpulang pada komitmen mereka semua.
"Jumlah jenis karang di seluruh dunia ada 850 jenis. Di Wakatobi, ada 750 jenis terumbu karang. Makanya, kala sudah menyelam di Wakatobi, sesungguhnya yang bersangkutan sudah menjelajah hampir seluruh karang dunia," kata Hugua, kepada wartawan di Wakatobi, sesuai menyelam di dasar laut Pantai Sombu, setelah pengibaran Merat Putih di dasar laut tersebut. Menurut Hugua, di laut Karibia yang banyak menyedot penyelam kelas dunia, hanya memiliki 50 jenis terumbu karang, sedangkan di laut Atlantik hanya terdapat 350 jenis terumbu karang, dan di Laut Merah ada 300 jenis terumbu karang.(antaranews.com)
Menyimak penjelasan Bupati Hugua tentang sekelumit keunggulan dunia bawah laut Wakatobi yang membuat para penyelam seluruh dunia ngiler untuk segera menceburkan diri di laut sana, saya terkenang prediksi kakek buyut, bahwa Wakatobi akan disinggahi oleh banyak manusia berkulit putih.
Sumber foto: http://belo.blog.friendster.com/
http://lembarindonesia.wordpress.com/2008/07/15/taman-nasional-laut-kepulauan-wakatobi/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H