Peluang besar untuk pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia telah muncul, namun tantangan yang sama besarnya, yaitu kurangnya digital talent yang memadai, juga harus kita telaah lebih lanjut.Â
Artikel ini akan membahas potensi ekonomi digital yang menggiurkan di Indonesia, sambil menyoroti hambatan-hambatan dalam memenuhi kebutuhan akan tenaga kerja terampil di bidang teknologi digital.
Potensi Ekonomi Digital di Indonesia
Dengan lebih dari separuh penduduknya berusia di bawah 30 tahun, Indonesia didukung oleh demografi besar yang paham teknologi.
Faktanya, 77% masyarakat di Indonesia telah memiliki akses ke internet, dan 60,4% aktif di media sosial.
Ketertarikan generasi muda terhadap teknologi, ditambah dengan tingkat literasi digital yang semakin meningkat, menempatkan mereka tidak hanya sebagai konsumen namun juga sebagai pencipta solusi digital.
Sebagai bukti, perkembangan fintech di Indonesia telah begitu pesat beberapa tahun belakangan ini. Mulai dari pembayaran digital hingga peer-to-peer lending, inovasi dalam sektor keuangan digital telah menciptakan akses yang lebih luas ke layanan keuangan.
Perry Warjiyo, Gubernur Bank Indonesia (BI), bahkan menegaskan bahwa digitalisasi transaksi sudah meluas hingga ke luar pusat kota.Â
Dia memperkirakan peredaran uang elektronik tahun ini bisa mencapai Rp 495 triliun. Sementara nilai agregat transaksi e-commerce bisa mencapai Rp533 triliun.
Kurangnya Digital Talent dan Arah Pertumbuhan
Meskipun potensi pasar digitalnya besar, Indonesia belum memiliki strategi nasional transformasi digital dan badan yang mengaturnya. Alhasil, perkembangan ekonomi digital Indonesia saat ini masih belum terstruktur.
Bisa dilihat, transformasi digital semakin pesat di sektor jasa dan perdagangan, namun lemah di sektor manufaktur, pertanian, kelautan, kesehatan, dan lainnya.
Terlebih lagi, Indonesia membutuhkan 9 juta talenta digital pada tahun 2030 untuk lebih berkontribusi terhadap produk domestik bruto negara melalui ekonomi digital. Saat ini, sebagian besar masyarakat Indonesia masih menjadi konsumen teknologi alih-alih inovator.
Sebagai perbandingan, buah transformasi digital ekonomi di China yang telah berhasil mencapai 41,5% dari PDB mereka pada tahun 2020. Sementara itu, ekonomi digital Indonesia baru menyetor 7% terhadap PDB nasional pada tahun 2022.
Kemampuan Indonesia saat ini untuk menghasilkan talenta digital sebanyak 100.000-200.000 orang per tahun juga masih jauh dari kondisi ideal yaitu 600.000 orang.
Oleh karena itu, Indonesia perlu meningkatkan pendidikan digital. Salah satu caranya adalah melalui kursus, beasiswa, dan pendampingan yang melibatkan pihak swasta.
Langkah yang dilakukan perusahaan telekomunikasi Indosat Ooredoo Hutchison (IOH), misalnya, patut dilakukan oleh sektor-sektor lain. Tahun ini, IOH telah meluncurkan kembali program IDCamp, menambahkan dua jalur pembelajaran menjadi delapan kompetensi. Kini peserta IDCamp dapat mempelajari Android, Front-End Web, Machine Learning, Back-End, Multiplatform App, React, DevOps Engineer, Data Scientist, dan Cybersecurity.
Kemenparekraf juga telah menggelar Program Pengembangan Talenta Digital Kreatif tahun 2023, berfokus pada pelatihan Pengembangan Aplikasi Perangkat Bergerak Android (Mobile) dan Pengembang Aplikasi Web.
Kesimpulan
Dalam mengeksplorasi potensi dan hambatan ekonomi digital di Indonesia, terlihat bahwa negeri ini telah memasuki era yang menjanjikan dengan penetrasi teknologi yang tinggi.
Namun, tak dapat diabaikan bahwa tantangan serius terletak pada kekurangan talenta digital yang mumpuni. Indonesia juga harus bersiap untuk mengatasi hambatan struktural dan mempersiapkan strategi ekonomi digital yang lebih terarah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H